Sukses

Saudi Aramco akan Lepas 1,5 Persen Saham Senilai USD 24 Miliar

Nilai IPO Saudi Aramco berpeluang mengalahkan rekor yang sebelumnya dipegang raksasa e-commerce asal China, Alibaba.

Liputan6.com, Jakarta Perusahaan minyak asal Arab Saudi, Saudi Aramco berencana  melepas 1,5 persen atau sekitar 3 miliar saham, pada kisaran harga 30 riyal hingga 32 riyal. Mengacu pada nilai tersebut maka nilai IPO perusahaan bisa mencapai 90 miliar hingga 96 miliar riyal (USD 24 miliar sampai USD 25,60 miliar).

Nilai IPO Aramco ini berpeluang mengalahkan rekor yang sebelumnya dipegang raksasa e-commerce asal China, Alibaba ketika membuat debut pasar sahamnya di New York pada 2014. Perusahaan tersebut mampu meraup USD 25 miliar.

Adapun perusahaan menetapkan nilai valuasi perusahaan USD 1,6 triliun hingga USD 1,7 triliun. Angka ini lebih rendah, dari yang ditargetkan Putra Mahkota Saudi sebesar USD 2 triliun.

Perusahaan berencana melakukan IPO pada Desember. Pekan lalu, dikabarkan jika Aramco akan menjual hingga 0,5 persen sahamnya kepada investor individu. Spekulasi dan rencana IPO Aramco telah memukau investor dan pengamat pasar sejak rencana tersebut diungkapkan tiga tahun lalu.

 

2 dari 2 halaman

Tujuan IPO

Raksasa minyak itu telah menunda IPO berkali-kali. Awalnya, IPO dijadwalkan pada 2018.   Hal ini dilaporkan berkaitan dengan kekhawatiran Saudi tentang pengawasan publik atas keuangan dan karena kompleksitas struktur perusahaan.

Analis memprediksi nilai valuasi perusahaan ini berkisar USD 1,2 triliun hingga USD 2,3 triliun.

Sebagai perbandingan, saingan terdekat AS Aramco, Exxon Mobil, memiliki kapitalisasi pasar hampir USD 300 miliar dan Chevron bernilai sekitar USD 229 miliar.

Ketika rencana IPO pertama kali muncul pada 2016, Pangeran Mahkota Mohammed bin Salman, percaya jika perusahaan bernilai sekitar USD 2 triliun.

Rencana IPO Aramco akan bertujuan untuk mengumpulkan uang tunai bagi pemerintah, sebagai upaya secara signifikan mengurangi defisit anggarannya dan mendiversifikasi ekonomi di luar minyak. Ini sebagai bagian dari program Vision 2030, sang putra mahkota.

Selama ini ekonomi Arab Saudi sebagian besar masih bergantung pada ekspor minyak. Harga minyak yang lebih rendah telah mendorong defisit anggaran negara tersebut.