Sukses

347 Perda Hambat Investasi, Paling Banyak Soal Pajak

Dari jumlah tersebut, perda bermasalah paling banyak pada aspek pajak dan retribusi.

Liputan6.com, Jakarta - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mencatat sebanyak 347 peraturan daerah (perda) bermasalah menghambat investasi masuk ke Indonesia. Dari jumlah tersebut, perda bermasalah paling banyak pada aspek pajak dan retribusi.

"Hingga hari ini, KPPOD berhasil mengumpulkan 347 perda bermasalah dari jumlah 1.109 perda yang telah dikaji," ujar Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng di Gedung Permata Kuningan, Jakarta, Rabu (20/11).

KPPOD melakukan studi lapangan di enam daerah yaitu DKI Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Kulonprogo, Sidoarjo, untuk menemukan akar permasalahan regulasi bermasalah.

Ruang lingkup studi meliputi peraturan daerah terkait ekonomi dan investasi kegiatan berusaha antara lain, Perda Pajak dan Retribusi, Perizinan, Ketenagakerjaan, dan Perda kegiatan berusaha lainnya.

Studi tersebut menemukan perda bermasalah khusus investasi dan kegiatan berusaha ditenggarai beberapa hal. Pertama, proses pembentukan perda minim partisipasi publik.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Menjadikan Biaya Produksi Meningkat

Kedua, dari segi muatan regulasi, ditemui permasalahan pada aspek yuridis, subtansi dan prinsip yang menimbulkan biaya produksi/biaya keamanan meningkat, sehingga perusahaan pindah ke daerah lain.

"Ketiga, penanganan perda oleh Kemendagri belum optimal mengingat tidak adanya tools yang ditetapkan Pemerintah Pusat untuk menyusun Perda. Disisi lain, kurang harmonisnya lingkungan kebijakan atau konflik kepentingan legislatif dengan eksekutif seringkali membuat rumusan Perda tidak komprehensif dan tidak menyasar kepada kebutuhan masyarakat di daerah," jelas Robert.

Robert melanjutkan, terdapat peraturan saling bertentangan di level pusat baik antara undang-undang dan regulasi turunannya maupun antar regulasi sektoral. Sedangkan di level daerah sendiri, perda sering kontradiktif dengan regulasi pemerintah pusat. Kondisi ini berdampak negatif bagi investasi dan pertumbuhan ekonomi daerah.

"Kesalahpahaman pemda dalam menafsirkan regulasi nasional masih sering terjadi akibat belum optimalnya pemahaman pemda akan perubahan di tingkat nasional. Kondisi ini membuat maraknya perda yang inkonsistensi dengan peraturan nasionaI," jelasnya.

 

3 dari 3 halaman

Rekomendasi KPPOD

Menangkap permasalahan tersebut, KPPOD memberikan beberapa rekomendasi. Pertama, pemerintah pusat perlu melakukan langkah konkrit seperti penyelesaian berbagai pengaturan sebuah kebijakan tertentu, tercantum dalam dalam berbagai undang-undang, ke dalam satu undang-undang payung melalui Omnibus Law.

Kedua, membuat One in One Out Policy dengan membuat kebijakan terkait pencabutan regulasi disaat bersama juga menerbitkan regulasi. Ketiga melakukan pembentukan Badan Regulasi Nasional di mana secara struktur langsung di bawah presiden serta wewenang pembentukan peraturan di bawah satu atap. Keempat, pemerintah harus melembagakan penggunaan tools analisis regulasi (RIA) dalam penyusunan dan evaluasi regulasi.

"Pada level pemerintah daerah, tidak kalah penting adalah harus melakukan perbaikan ekosistem kerja dan komitmen politik para pembentuk perda yaitu kepala daerah dan DPRD. Kedua rekrutmen dan peningkatan kapasitas SDM aparatur berdasarkan sistem merit. Kemudian, menggunakan analisis, evaluasi dalam penyusunan perda," tandasnya.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com