Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menegaskan bahwa rencana investasi Hyundai Motor Company ke Indonesia belum pada tahap finalisasi. Sejauh ini perusahaan asal Korea Selatan itu masih dalam proses penjajakan.
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Perekonomian, Rizal Affandi Lukman, mengatakan kepastian Hyundai untuk berinvestasi mobil listrik di Indonesia bakal diumumkan pekan depan ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) melaukan kunjungan kerja ke Korea Selatan pada Minggu 24 November.
"Sekarang sedang dalam proses penjajakan untuk segala sesuatunya dan saya kira nanti pada saat kunjungan Pak Presiden (Jokowi) ke Korea akan diumumkan lah menurut saya," jelasnya saat ditemui di Jakarta, Rabu (20/11/2019).
Advertisement
Baca Juga
Secara jumlah, dirinya pun tidak bisa memastikan besaran investasi yang akan digelontorkan Hyundai. Hanya saja, dia meminta awak media untuk bersabar dan mendengarkan langsung komitmen investasi dari pihak Hyundai.
"Nanti tunggu minggu depan pasti akan ada pengumumannya karena itu lebih baik nanti disampaikan nya oleh Hyundai karena Hyundai nanti juga akan ketemu dengan pengusaha korea lainnya bertemu dengan bapak presiden dan saya kira di situ akan disampaikan berapa rencana komitmen mereka untuk investasi di Indonesia," jelasnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tak Ada Pembatalan
Dia memastikan, yang jelas tidak ada rencana pembatalan yang dilakukan pihak Hyundai. Sebab, perusahaan tersbeut sudah masuk dalam antrian untuk investasi di Indonesia.
"Tidak (batal) masih dalam rencana dan dalam pipeline," tandasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
347 Perda Hambat Investasi, Paling Banyak Soal Pajak
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mencatat sebanyak 347 peraturan daerah (perda) bermasalah menghambat investasi masuk ke Indonesia. Dari jumlah tersebut, perda bermasalah paling banyak pada aspek pajak dan retribusi.
"Hingga hari ini, KPPOD berhasil mengumpulkan 347 perda bermasalah dari jumlah 1.109 perda yang telah dikaji," ujar Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng di Gedung Permata Kuningan, Jakarta, Rabu (20/11).
KPPOD melakukan studi lapangan di enam daerah yaitu DKI Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Kulonprogo, Sidoarjo, untuk menemukan akar permasalahan regulasi bermasalah.
Ruang lingkup studi meliputi peraturan daerah terkait ekonomi dan investasi kegiatan berusaha antara lain, Perda Pajak dan Retribusi, Perizinan, Ketenagakerjaan, dan Perda kegiatan berusaha lainnya.
Studi tersebut menemukan perda bermasalah khusus investasi dan kegiatan berusaha ditenggarai beberapa hal. Pertama, proses pembentukan perda minim partisipasi publik.
Kedua, dari segi muatan regulasi, ditemui permasalahan pada aspek yuridis, subtansi dan prinsip yang menimbulkan biaya produksi/biaya keamanan meningkat, sehingga perusahaan pindah ke daerah lain.
"Ketiga, penanganan perda oleh Kemendagri belum optimal mengingat tidak adanya tools yang ditetapkan Pemerintah Pusat untuk menyusun Perda. Disisi lain, kurang harmonisnya lingkungan kebijakan atau konflik kepentingan legislatif dengan eksekutif seringkali membuat rumusan Perda tidak komprehensif dan tidak menyasar kepada kebutuhan masyarakat di daerah," jelas Robert.
Robert melanjutkan, terdapat peraturan saling bertentangan di level pusat baik antara undang-undang dan regulasi turunannya maupun antar regulasi sektoral. Sedangkan di level daerah sendiri, perda sering kontradiktif dengan regulasi pemerintah pusat. Kondisi ini berdampak negatif bagi investasi dan pertumbuhan ekonomi daerah.
"Kesalahpahaman pemda dalam menafsirkan regulasi nasional masih sering terjadi akibat belum optimalnya pemahaman pemda akan perubahan di tingkat nasional. Kondisi ini membuat maraknya perda yang inkonsistensi dengan peraturan nasionaI," jelasnya