Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) optimis permasalahan defisit neraca pedagangan dan defisit neraca berjalan akan selesai dalam 3 tahun, jika program hilirisasi mineral khususnya nikel berjalan.
Jokowi mengatakan, ‎defisit neraca dagang dan nerca berjalan merupakan masalah yang bertahun-tahun belum bisa diselesaikan, meski kontribusi ekspor sumber daya alam dari pertambangan besar.
"Berkaitan dengan current account deficit dan defisit neraca dagang yang sudah bertahun-tahun tak bisa kita selesaikan, sulit kita selesaikan. Meski kita tahu ekspor tambang berikan kontribusi besar pada neraca dagang kita," kata Jokowi, saat menghadiri pemberian penghargaan IMA, di kawasan bisnis Sudirman, Jakarta, Rabu (20/11/2019).
Advertisement
Jokowi pun menginginkan, Indonesia tidak ketergantungan mengekspor mineral mentah, dengan melakukan hilirisasi mineral untuk menciptakan ‎barang setengah jadi hingga barang jadi.
Baca Juga
‎"Sebab itu saya ajak, mengena pentingan hilirisasi. Saya ajak sore ini kita semuanya untuk memulai proses barang-barang tambang kita menjadi barang setengah jadi atau barang jadi," ujarnya.
Jokowi mengaku sudah menghitung, dengan menghentikn ekspor nikel dan mengolahnya di dalam negeri, akan memperbaiki defisit neraca perdagangan dan defisit neraca berjalan dalam tiga tahun.
"Kalau semuanya menuju pada hilirasasi dan industralisasi, barang jadi dan setengah jadi, syaa yakin tak sampai 3 tahun, semua problem defisit bisa diselesaikan hanya dalam waktu 3 tahun. Itu hanya satu komoditas saja. Yang namanya nikel," ujarnya.
Selain menguntungkan negara, pengolahan mineral di dalam negeri juga akan menciptakan nilai tambah dan membuka lapangan kerja baru.
"Sehingga negara kita memiliki nilai tambah dan memiliki multiplier effect yang besar dan tentu saja penciptaan lapangan kerja yang dibutuhkan masyarakat," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pelarangan Dipercepat, Ekspor Nikel Melonjak 300 Persen di Oktober 2019
Pemerintah resmi mempercepat larangan ekspor bijih nikel atau nikel ore dari 2022 menjadi 1 Januari 2020 sejak September 2019. Pasca penetapan kebijakan tersebut, geliat ekspor nikel langsung melonjak tajam hingga 300 persen satu bulan setelahnya.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heri Pambudi melaporkan, mulai September awal perusahaan segera menaikkan ekspor bijih nikel semenjak ada pengumuman moratorium tersebut.
"September penerimaan nikel pertumbuhannya 191,4 persen. Kalau dirupiahkan hampir Rp 170 miliar. Oktober melonjak hampir 300 persen, atau duitnya lebih dari Rp 300 miliar," jelas dia di Labuan Bajo, seperti dikutip Kamis (14/11/2019).
Heru kemudian menerangkan, penerimaan bea keluar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu juga turut terbantu berkat volume ekspor nikel.
Itu tergambar dari penerimaan bea keluar komoditas nikel yang hingga Oktober 2019 sekitar Rp 1,1 triliun. Angka tersebut melonjak tajam jika dibandingkan catatan pada periode yang sama tahun lalu, yakni sebesar Rp 659 miliar.
Advertisement
Evaluasi
Melihat kondisi tersebut, pemerintah disebutnya tidak serta merta diam begitu saja dan menindakinya dengan melakukan evaluasi dan verifikasi terhadap penambang bijih nikel yang melakukan ekspor besar-besaran.
"Untuk verifikasi bahwa ekspor betul-brtul sesuai kebutuhan, pemerintah secara kolaboratif melakukan verifikasi secara mendalam," ungkap dia.
"Hasilnya sembilan perusahaan sudah dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran, artinya sesuai ketentuan sehingga kita sudah beri kembali layanan ekspornya. Dua perusahaan masih pendalam lebih lanjut, dalam satu dua minggu ini mudah-mudahan ada hasilnya," tuturnya.Â