Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) paparkan kesiapan dan rencana pembiayaan pembangunan infrastruktur transportasi di ibu kota baru pada jajaran Komisi V DPR RI.
Dalam rapat tersebut, Sekretaris Jenderal Kemenhub Djoko Sasno menyampaikan Kemenhub butuh total Rp 222,42 triliun untuk bangun transportasi di ibu kota baru.
"Hitungan ini berdasarkan pengalaman kami selama mengerjakan pembangunan infrastruktur transportasi," ujar Djoko sebagaimana dikutip dari keterangan resmi, Kamis (21/11/2019).
Advertisement
Secara rinci, Kemenhub menetapkan anggaran berdasarkan pembagian studi, transportasi laut, transportasi darat, transportasi udara dan perkeretaapian.
Â
Baca Juga
Studi Perencanaan Transportasi IKN (Ibu Kota Negara) memakan biaya sebesar Rp 30 miliar, berupa penyiapan Feasibility Study (FS), Masterplan, Detail Engineering Design (DED). Lalu, pembangunan transportasi udara sebesar Rp 7,35 triliun untuk pengembangan bandara Sepinggan dan AAP Samarinda.
Pembangunan transportasi laut sebesar Rp 1,37 Triliun untuk pengembangan terminal, pengembangan dan rehabilitasi dermaga, subsidi operasional, penetapan traffic separation scheme, pengembangan Vessel Traffic System (VTS), Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), Telekomunikasi Pelayaran dan fasilitas lainnya.
Pembangunan transportasi perkeretaapian sebesar Rp 209,6 triliun untuk pembangunan stasiun, KA Subway, KRL, jalur KA, dan pengadaan kereta listrik.
Serta pembangunan transportasi darat sebesar Rp 4,07 triliun untuk pembangunan terminal dan pembangunan halte, Bus Rapid Transit (BRT), Intelligent Transportation System (ITS), kelengkapan jalan, bus air dan pelabuhan penyeberangan.
Djoko menyatakan, perhitungan ini bersifat sementara masih menunggu hasil studi kelayanan dan rencana umum tata ruang (RUTR) IKN.
"Nanti pastinya ada perubahan-perubahan," papar Djoko.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jokowi Mimpi Ibu Kota Baru Harus Melebihi Dubai
Presiden Joko Widodo atau Jokowi ingin ibu kota negara baru yang terletak di Kalimantan Timur, bisa menjadi kota terbaik di dunia. Menurut dia, ibu kota negara baru adalah hadiah Indonesia untuk dunia.
Jokowi bermimpi ibu kota baru bisa melebihi Dubai, Uni Emirate Arab yang memiliki jargon kota paling bahagia. Setidaknya, kata dia, ibu kota baru harus menjadi kota terbaik dan paling inovatif di dunia.
"Kita memang mimpinya memang harus tinggi. Jika Dubai, punya jargon The Happiest City on the Earth. Ibu kota baru nanti, The Best on Earth, yang cleanest city, The Most Innovative City dan The Most yang lainnya," kata Jokowi dalam peresmian pembukaan konstruksi Indonesia di JIExpo Kemayoran Jakarta, Rabu (6/11/2019).
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyebut bahwa ibu kota baru bukan hanya sekedar memindahkan istana dan kantor pemerintahan saja. Lebih dari itu, pemerintah akan membangun kota yang smart metropolis.
"Saya hanya bayangkan, di sana nanti ada cluster pemerintahan, ada cluster teknologi dan inovasi seperti silicon valley. Ada cluster pendidikan, universitas terbaik ada di sana, clutser layanan kesehatan, dan cluster wisata," jelasnya.
Bukan hanya itu, konsep pembangunan ibu kota baru juga harus menjamin kualitas hidup para penduduknya dengan menggunakan kendaraan bebas emisi. Nantinya, kata dia, penduduk bisa jalan kaki, bersepeda, dan menggunakan transportasi publik bebas emisi.
"Bukan hanya kota pemerintahan. Kota baru juga kota bisnis. Tetapi bisnis yang bebas emisi, atau industri yang bebas emisi yang pekerjakan orang kelas dunia," ucapnya.
Advertisement
Bangun PLTA, Ibu Kota Baru Butuh Waduk
PT PLN (Persero) siap memenuhi kebutuhan listrik ibu kota negara baru Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, dengan pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT), seperti salah satunya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofvi Felienty Roekman mengatakan, PLN sudah melakukan survey untuk melistriki ibu kota baru dengan EBT. Untuk kapasitas pembangkit EBT, akan disesuaikan kebutuhan wilayah tersebut.
"Ibu kota negara baru itu suplaynya EBT sesuai dengan kebutuhanya, misalnya butuh 500 MW saya harus‎ sediakan di sistem Kalimantan 500," kata Syofvi, di Jakarta, Sabtu (9/10/2019).
Salah satu energi primer berbasis EBT yang akan digunakan adalah air, dengan membangun PLTA. Namun, untuk membangun PLTA PLN tidak bisa membangun waduk yang sudah beroperasi karena debit airnya terlalu kecil.
Sebab itu, agar PLTA bisa dibangun di sekitar wilayah ibu kota baru membutuhkan pembangunan waduk baru yang debit airnya cukup untuk menggerakan turbin PLTA.
"Yang eksisting kita lihat kecil banget debitnya, nggakbisa jadi PLTA kecil banget," tuturnya.