Liputan6.com, Jakarta Peternak ayam yang tergabung dalam Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) mengaku rugi hingga Rp 2 triliun. Hal ini disebabkan anjloknya harga ayam hidup (live bird).
Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Indonesia ( Pinsar) Jawa Tengah Parjuni mengatakan, total kerugian Rp 2 triliun tersebut berasal dari seluruh peternak secara nasional.
"Karena memang saya sendiri pun sudah miliaran rugi dan saya sendiri termasuk yang paling kecil di antara teman-teman lain. Teman-teman saya ratusan miliar merugi," kata dia, di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (27/11).
Advertisement
Baca Juga
Dia mengatakan, harga ayam di tingkat peternak berada di level Rp 16.000-17.000 per kilogram. Padahal, harga acuan yang sudah diatur dalam Permendag nomor 96 tahun 2018, batas bawahnya sebesar Rp 18.000/kg.
"Hari ini kalau di Jabar mungkin lebih murah lagi karena masuk dari Jateng ke sini, itu kira-kira Rp 16.000-17.000/kg. HPP kita Rp 18.000," ungkapnya.
Kerugian peternak juga disampaikan Wakil Sekjen I Pinsar Indonesia, Muhlis Wahyudi. Dia sendiri bahkan sudah merugi hingga Rp 50 miliar dalam kurun waktu 10 bulan terakhir.
"Udah nyungsep. Kalau kami sekarang di internal kami sudah Rp 50 miliar. Kandang internal kami. Kandang saya. Kalau nasional sudah triliunan," ujar dia.
Dia meminta pemerintah agar menjalankan peraturan yang sudah ditetapkan dengan total. Sebab selama ini penerapan kebijakan masih berjalan setengah-setengah. Dalam arti ada bagian yang dilaksanakan sementara yang lain tidak dijalankan.
"Jangan hanya sekedar aturan-aturan, tapi implementasinya di lapangan tidak ada pengawasan," tegasnya.
Sebagai contoh, dia menyebutkan Permendag No 96/2018. Aturan ini kata dia, tidak berjalan secara penuh.
"Misalnya pasal 3, kalau harga di bawah harga acuan yang 18.000 sampai Rp 20.000, Pemerintah akan bergerak. Justru yang berjalan pasal 4, ketika harga di atas harga acuan Pemerintah baru bergerak untuk menurunkan harga. Itu kan kacau. Kita jadi korban," ungkap dia.
Sebenarnya pada 31 Januari 2018, telah terbit Surat Menteri Perdagangan yang menetapkan harga acuan sebesar Rp 20.000-22.000. Namun langkah ini pun tidak berdampak banyak.
"Surat Menteri Perdagangan No 18 Tahun 2019, tanggal 31 Januari harga acuan di Rp 20.000-22.000. Realita harganya Rp 17.000, Rp 16.000, Rp 15.000. Itu berlaku 31 Januari sampai 31 Maret. Realita malah jauh di bawah. Apa gerakannya? Nggak ada. Setelah 31 Maret kembali lagi ke Permendag 96," ujar dia.
Menurut dia, sepanjang Januari-Oktober hanya dua bulan pihaknya bisa mendapat untung. Selebihnya rugi. "Bulan ini (November) kita belum tahu karena HPP kita tinggi," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Umbu
Sumber: Merdeka.com
Â
Peternak Ayam Geruduk Kemendag, Tuntut Harga Naik
Para peternak ayam yang tergabung dalam Paguyuban Peternak Rakyat Nasional menggelar aksi unjuk rasa di depan Kementerian Perdagangan RI. Lewat aksi tersebut mereka menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintah, khususnya Kemendag.
Pantauan Merdeka.com, unjuk rasa berjalan tertib tanpa menggangu kelancaran arus lalu lintas di Jl. Ridwan Rais, lokasi Kemendag berada. Peserta unjuk rasa mengenakan baju putih dan ikat kepala warna merah.
Baca Juga
Terdapat sejumlah poin tuntutan yang disampaikan oleh para peternak ayam. Di antaranya, meminta pemerintah menjaga stabilitas harga Ayam Hidup (Livebird) pada Harga Acuan Pemerintah (Permendag No. 96 Tahun 2018). Juga menuntut pengurangan DOC FS broiler 10 juta per minggu untuk mendukung stabilisasi harga Ayam Hidup.
Pengunjuk rasa juga menuntut stabilisasi harga DOC broiler dan pakan serta menuntut Harga Acuan HPP DOC dan Pakan. Mereka juga menuntut revisi UU No. 18 tahun 2009 agar ada keberpihakan kepada Peternak Mandiri/UMKM.
"Menuntut regulasi yang mengatur perlindungan, penataan dan pengaturan pasar sesuai perintah UU 18/2009. Menuntut ketersediaan jagung dengan harga terjangkau bagi peternak ayam dan menguntungkan bagi petani," kata Koordinator Pengunjuk Rasa, Alvian Antonio, Rabu (27/11/2019).
Â
Advertisement