Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mengaku siap untuk masuk ke dalam energi terbarukan atau renewable energy di Indonesia. BUMN sektor minyak dan gas itu berencana masuk melalui bahan bakar hidrogen dan nuklir.
"Kita akan masuk ke area hidrogen kemudian nuklir. Karena tren yang ada dekarbonisasi, tidak lagi menginginkan yang ada karbonnya," kata Senior Vice President Research and Technology Center (RTC) Pertamina, Dadi Sugiana saat ditemui di Jakarta, Rabu (27/11/2019).
Advertisement
Baca Juga
Dia mengakatan hidrogen yang akan dicoba dikembangkan pihaknya adalah hidrogen di use refinery, untuk memproduksi metanol dan mobility. Sementara sebagai penggerak hidrogen akan menggunakan nuklir agar bisa memproduksi energi murah.
Saat ini, Pertamina memiliki pembangkit listrik tenaga panas bumi yang menghasilkan sekitar 700 MW dan akan ditambah 55 MW lagi pada 2020. Dadi mengakui penambahan ini kecil karena banyaknya tantangan dalam pengembangan geothermal.
"Yang sudah komersial adalah geotermal kita udah 700 sekian MW. Nanti 2020 tambah 55 MW ini masih rendah, banyak persoalaan," katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Harga Mahal
Sebelumnya, Dadi mengakui cukup sulit untuk mengembangkan energi terbarukan atau renewable energy di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah harga yang terlalu tinggi untuk bisa masuk ke arah sana.
"Renewable energy itu mahal," kata dia.
Kendati begitu, dirinya meyakini ke depan energi terbarukan bisa dapat lebih murah sehingga bisa dikembangkan di Indonesia.
"Sebenarnya seiring berjalannya waktu degan produk semakin massal produk bisa makin murah, tapi memang di awal butuh kerelaan dari pemerintah dan konsumen," jelas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement