Liputan6.com, Jakarta - Direktur Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja memandang kehadiran skuter listrik sebagai moda transportasi di DKI Jakarta belum cukup relevan. Hal ini berdasarkan pemilihan lokasi shelter.
"Masalah transportasi di Jakarta itu sangat besar dan keberadaan skuter listrik di Jakarta, kalau saya identifikasi tempat-tempat, ini banyak di kawasan yang sudah banyak sekali layanan transportasi publiknya," kata dia, dalam diskusi bertajuk 'Quo Vadis Aturan Main Skuter Listrik', di Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Baca Juga
Sebagai contoh dia mengomentari penempatan shelter skuter listrik di kawasan Sudirman. Kehadiran skuter listrik di kawasan tersebut, jelas dia tidak relevan karena moda transportasi publik di situ sudah lengkap.
Advertisement
"Sebetulnya kalau dari halte ke tempat tujuan itu cuma jalan 3 sampai 5 menit maksimal. Kayak di Sudirman sudah ada sekitar 20 rute Trans Jakarta, ada satu MRT," jelas dia.
"Lalu kalau misalnya Sabang itu juga ada shelter e-scooter juga, itu udah ada minimal 3 rute Trans Jakarta yang jarak haltenya cuma 200-300 meter. Jadi benar-benar udah nggak relevan. Segitu malasnya kah kita. Pemilihan lokasi skuter listrik sebetulnya tidak ada hubungannya," imbuhnya.
Dia justru lebih mendorong pemerintah provinsi DKI Jakarta agar lebih berfokus pada peningkatan kualitas sarana transportasi publik dan upaya mendorong masyarakat berpindah ke moda transportasi massal.
"Masalah transportasi di Jakarta masih banyak, bagaimana meningkatkan load share-nya transportasi publik masih belum maksimal," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Warga DKI Setuju Pembatasan Skuter Listrik
Masyarakat DKI Jakarta mendukung pembatasan penggunaan skuter listrik. Alasan yang melatarbelakangi hal tersebut yakni rendahnya standar keamanan serta kurang tertibnya pengguna dalam memanfaatkan skuter listrik.
Rumaya Batubara, Pengamat Ekonomi Universitas Airlangga mengatakan, hal tersebut berdasarkan hasil riset yang dilakukan Research Institute of Socio Economic Development (RISED).
Dalam riset yang dilakukan dengan 1.000 orang responden tersebut, muncul sejumlah poin yang berisi pandangan publik atas kehadiran skuter listrik. "Hasilnya pendapat masyarakat hasilnya kebanyakan negatif. Riset dilakukan dua minggu lalu. Ini bagian dari komitmen kita memperkaya perdebatan publik dari sisi konsumen pengguna suatu transportasi publik," kata dia, dalam diskusi bertajuk 'Quo Vadis Aturan Main Skuter Listrik', di Jakarta, Kamis (28/11).Â
BACA JUGA
Pada poin 'Respon pengguna jalan raya DKI' tercatat 75,4 persen dari total responden menolak penggunaan skuter listrik. Sementara sisanya, 24,6 persen menerima.
"Atau tiga dari empat responden setuju bahwa penggunaan skuter listrik di DKI Jakarta harus ditolak," ujar dia.
Advertisement