Liputan6.com, Jakarta - Indonesia memiliki satu lagi objek wisata alam. Hal ini dengan diresmikannya kawasan ekowisata mangrove di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Hadirnya kawasan ekowisata mangrove di Desa Tampara Kecamatan Kaledupa Selatan ini didukung oleh Pemerintah Kabupaten Wakatobi, Taman Nasional Wakatobi, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dan PT First State Investment Indonesia, melalui dana filantropi salah satureksadananya yaitu First State IndoEquity Peka Fund yang secara aktif menyalurkan danasosial sejak 2011.
Tidak hanya menikmati hamparan mangrove yang asri, pengunjung juga bisa mengenal lebih jauh ekosistem mangrove. Kawasan ekowisata mangrove di Desa Tampara ini dilengkapijembatan titian, pusat informasi dan penjualan cinderamata hasil karya warga setempat.
Advertisement
Selain itu juga ada menara pantau apung untuk melakukan wisata pemantauan burung sertafasilitas perahu jika pengunjung berminat menyusuri kawasan mangrove.
Baca Juga
Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem terpenting pada kawasan pesisir. Di banyak wilayah pesisir, masyarakat sangat bergantung pada jasa lingkungan yang disediakanoleh ekosistem mangrove.
“Ekosistem mangrove yang sehat mendukung produktivitas perikanan. Selain itu, ekosistem mangrove juga memiliki potensi yang dapat dimanfaatkansecara optimal terkait mata pencaharian berkelanjutan dan inisiatif yang menghasilkanpendapatan, termasuk ekowisata dan kegiatan rekreasi lainnya,” ujar Direktur Program Kelautan YKAN Muhammad Ilman dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (30/11/2019).
Terletak di Pulau Kaledupa, bagian selatan Desa Tampara memiliki tutupan hutan mangroveyang rapat. Total luasnya 37,5 hektar, dengan 9 jenis mangrove. Bagi peminat wisatapengamatan burung, hutan mangrove di Desa Tampara adalah rumah bagi 33 spesies burung.
Khusus pada vegetasi mangrove dapat ditemukan burung-burung pergam, kacamata, cabai, kepudang, dan elang. Selain itu, di jalur mangrove juga dapat ditemukanburung Penggunting-laut belang yang berstatus rentan, serta Gajahan timur dan Kedidibesar yang berstatus genting, terutama saat surut dan di bagian yang berlumpur (International Union for Conservation of Nature, 2019).
Dengan segenap potensi alamnya, Desa Tampara bersiap menjadi desa wisata.
“Saya mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Wakatobi, Taman Nasional Wakatobi, dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) yang selama ini telah mendampingi kami. Ke depan, tentunya kami masih membutuhkan banyak dukungan, termasuk pendampingan teknis terkait pengelolaan dan pengembangan ekowisata di desaini,” ujar Kepala Desa Tampara Sirajudin.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Potensi Wisata
Pariwisata di Indonesia saat ini sudah menjadi salah satu pilar perekonomian. Kekayaan alam dan budaya merupakan komponen penting dalam pariwisata, sehingga pengelolaan menjadi kata kunci.
“Sebagai sebuah destinasi ekowisata baru, saya berharap kawasanekowisata mangrove di Desa Tampara ini bisa dikelola secara profesional oleh Badan UsahaMilik Desa (BUMDes) agar hasil dan manfaatnya bisa berkelanjutan,” kata Camat Kaledupa Selatan La Salama.
Kabupaten Wakatobi kaya akan sumber daya alam, peninggalan sejarah, seni, dan budaya yang berpotensi sebagai daya tarik wisata, baik bagi wisatawan nusantara maupun mancanegara.
Namun, status Kabupaten Wakatobi yang juga sebagai TamanNasional dengan luas 1.390.000 hektar tentunya menuntut perlakuan khusus dalam halkonservasi kawasan untuk menjaga kelestarian sumber daya alamnya.
“Pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Wakatobi harus dilakukan denganmengedepankan prinsip-prinsip konservasi. Oleh karenanya, dengan pendekatan wisataberkelanjutan dan kemitraan konservasi, akan menciptakan kegiatan wisata yangmendukung penghidupan berkelanjutan serta melindungi sumber daya alam, nilai tradisi,serta sosial budaya masyarakat,” pungkas Kepala Seksi Wilayah II Taman Nasional WakatobiLa Fasa.
Advertisement