Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pertanian (Kementan) meminta daerah yang kehabisan pupuk bersubsidi agar menggunakan pupuk non subsidi. Pasalnya, jatah alokasi yang diberikan selama 2019 sudah sesuai dengan data yang diterima Kementan berdasarkan Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, di tiap daerah di Indonesia, termasuk di Sumatera Barat (Sumbar) realisasi pupuk sudah di atas 90%. Sehingga sulit untuk dilakukan realokasi antar Provinsi.
Baca Juga
"Karena alokasinya yang berkurang itu dari 9.55 juta ton menjadi 8.8 juta ton. Jadi bila kekurangan tetap harus pakai pupuk non subsidi," kata Sarwo Edhy, Minggu (1/12).
Advertisement
Sarwo Edhy mengungkapkan, pihaknya sudah meminta PT Pupuk Indonesia menyediakan pupuk non subsidi di daerah yang kekurangan pupuk di Sumbar.
“Untuk sementara daerah yang kekurangan pupuk bersubsidi memakai pupuk non subsidi sebagai pengganti pupuk subsidi pada musim tanam ini," kata Sarwo Edhy.
Sarwo Edhy menambahkan, kekurangan alokasi pupuk ini akibat dinolkannya data lahan sawah, sehingga sejumlah daerah tak lagi mendapat jatah pupuk bersubsidi. Hal ini sehubungan penetapan luas baku lahan sawah yang berkurang dari 7,7 juta hektar menjadi 7,1 juta hektar.
"Data ini yang menjadi acuan Kementan mengalokasikan pupuk bersubsidi. Semua berdasarkan data seluruh PPL dan ditandatangani kepala desa dan camat," katanya.
Sarwo Edhy mengatakan, Pemerintah Daerah juga bisa melakukan realokasi pupuk bersubsidi antar Kabupaten/Kota. Bila seandainya ada daerah yang memang kelebihan, Pemda punya wewenang untuk melakukan realokasi.
"Seharusnya sudah tidak ada lagi kekurangan pupuk bersubsdi di Sumatera Barat. Sebab alokasi pupuk sesuai dengan kebutuhan yang diajukan dalam RDKK. Tapi kalau ada Kabupaten atau Kota yang kelebihan, maka Pemprov bisa melakukan realokasi pupuk bersubsidi," kata Sarwo Edhy.
Untuk informasi, di Sumbar, alokasi pupuk yang sudah disalurkan total 145,556 ton atau 88,36%. Meliputi jenis urea 47,355 ton atau 92,85%, SP-36 26,425 ton atau 89,42%, ZA 10,934 ton atau 71,93%, NPK 53,740 ton atau 92,08%, dan organik 7,102 ton atau 66,87%.
(*)