Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, rencana kenaikan cukai rokok pada Januari mendatang sudah mulai terasa di November 2019. Para pedagang mulai menaikkan harga rokok secara perlahan.
"Rokok kretek selalu menyumbang inflasi 0,01 persen. Di pedagang sana sudah mengantisipasi kenaikan pada Januari. Pedagang tidak akan menaikan seperti itu (drastis)," ujarnya di Kantor BPS, Senin (2/11).
Suhariyanto mengatakan, kenaikan harga rokok terpantau terjadi di 50 kota. Kenaikan harga rokok tertinggi terjadi di Sibolga, Sumatera Utara. Lalu disusul oleh Tegal, Madium dan Pontianak.
Advertisement
Â
Baca Juga
"Naiknya pelan-pelan. Ini terjadi kenaikan di 50 kota. Kenaikan tertinggi di Sibolga. Kemudian di beberapa kota seperti Tegal Madiun Pontianak naik 2 persen. Jadi pedagang naikin tipis-tipis. Supaya enggak kaget," paparnya.
Suhariyanto menambahkan, untuk tahun depan, kenaikan harga rokok terhadap inflasi tidak akan langsung besar. Sebab, sudah diantisipasi pedagang pada tahun ini.
"Januari seberapa besar dampaknya mungkin enggak akan terlalu besar karena sudah di antisipasi," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Rokok Bisa Selamatkan Target Penerimaan Bea Cukai di 2019
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) optimis target penerimaan bea cukai pada APBN 2019 yang sebesar Rp 208,8 triliun dapat tercapai.
Menurut laporan DJBC, penerimaan total bea dan cukai hingga 12 November 2019 baru mencapai Rp 165,46 triliun atau sekitar 79,24 persen.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi menyampaikan, jumlah penerimaan tersebut didominasi oleh realisasi cukai sebesar Rp 131,06 triliun, yang mayoritas berasal dari cukai hasil tembakau.
Dia melanjutkan, penerimaan cukai hasil tembakau atau rokok secara tren biasa melonjak pada akhir tahun. Oleh karenanya, ia yakin itu dapat membantu DJBC untuk memenuhi target penerimaan bea cukai di 2019.
"Secara historis, penerimaan cukai rokok selama ini pasti besar di bulan Desember. Oleh karena itu, fluktuasi penerimaannya akan meningkat di bulan Desember," ujar dia di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, seperti dikutip Kamis (14/11/2019).
"Penerimaan (cukai rokok) di Desember kira-kira dua-tiga kali lipat dari bulan normal. Itulah yang meyakini kita penerimaan total dari bea dan cukai bisa sesuai target," dia menambahkan.
Heru kemudian memaparkan, realisasi bea masuk dan bea keluar hingga 12 November ini tercatat masih minus atau lebih kecil dibanding periode yang sama tahun lalu. Namun ia tak khawatir, sebab total penerimaan masih didominasi oleh realisasi cukai yang meningkat secara year on year.
"Overall bisa ditutup oleh penerimaan cukai yang lebih besar dari tahun lalu, 16,65 persen. Sehingga total kita masih tumbuh sebanyak 9,13 persen (dari periode yang sama di 2018)," tukas Heru.Â
Advertisement
Kemenkeu Tunda Penyederhanaan Tarif Cukai Rokok hingga 2020
Kementerian Keuangan tidak melakukan simplifikasi atau penyederhanaan cukai rokok hingga 2020. Hal tersebut dengan mempertimbangkan keberlangsungan industri rokok dalam negeri.
"Simplifikasi itu masih harus mempertimbangkan banyak hal. Baik jenis, golongan, maupun besar kecilnya perusahaan itu," ujar Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (31/10).
Heru mengatakan, simplifikasi cukai rokok berpotensi mematikan industri rokok. Sementara jika industri rokok dalam negeri mati, maka rokok ilegal akan semakin besar masuk ke Indonesia.
"Kalau mereka mati, mereka akan ruang ilegal. Itu concern kita tapi terlalu banyak layer juga bisa dijadikan lagi ruang untuk ilegal juga," jelasnya.
Dia menambahkan, pertimbangan-pertimbangan tersebut menjadi alasan bagi pemerintah untuk tidak melakukan simplifikasi tahun ini dan tahun depan.
"Pemerintah perlu memperhatikan dua pertimbangan tadi. Nah untuk 2020, pemerintah menganggap layer yang seperti PMK 152 bisa kita berlakukan sampai tahun depan," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.comÂ