Liputan6.com, Jakarta - Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan akan mengubah konsep superholding menjadi subholding. Hal ini disampaikannya dalam pemaparan di Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin (2/12/2019).
"Nanti urusan superholding diubah menjadi subholding yang fokus pada unit usaha," ujarnya.
Erick mencontohkan PT Pelindo. Nantinya, PT Pelindo I, PT Pelindo II, PT Pelindo III dan PT Pelindo IV tidak akan dijadikan superholding, tapi dibagi berdasarkan fungsi usahanya.
Advertisement
Baca Juga
"Misalnya Pelindo I, II, III, IV itu apakah akan dibagi berdasarkan pelabuhan peti kemas, pelabuhan curah cair dan sebagainya. Tidak berdasarkan regional, nanti akan jadi kanibal-kanibal juga," tutur Erick.
Dirinya juga mencontohkan Pelabuhan Benoa di Bali yang menurutnya kontraproduktif, sehingga dirinya langsung memutuskan untuk dilakukan relayout, bersama dengan Gubernur Bali I Wayan Koster dan pihak lainnya.
"Konsolidasi ini harus terjadi. Bagaimana mau sukses Bali kalau enggak ada konsolidasi," ujarnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Akankah Superholding BUMN Terbentuk di Periode Kedua Jokowi?
Ekonom Indef Enny Hartati berbicara soal nasib Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dinilai akan digantikan dengan kehadiran superholding, di periode kedua Jokowi. Menurut dia, kehadiran kementerian saat ini tampak membatasi gerak badan usaha milik negara yang sesunggunya membutuhkan fleksibilitas lebih.
"Pemerintah punya konsep yang namanya holdings dan itu yang sesuai dengan kebutuhannya, kalau emang lebih efisien merger vertikal atau horiszontal (dengan BUMN)," kata Enny saat diskusi polemik, di Resto d'Consulate, Jakarta, Sabtu (6/7/2019).
Melalui superholding, kata Enny, perusahaan yang merupakan BUMN ini akan memilki blue print dari arah bisnis mereka masing-masing. Namun, tentu kepentingan dan aturannya masih diawasi sebagai agent of development negera melalui beleid BUMN.
"Jadi aturan mengenai UU BUMN, sehingga paling utama esensi kinerja BUMN tetap agent of development, tapi tidak membutuhkan aturan birkorasi (kementerian) seperti sekarang," terang Enny.Â
BACA JUGA
Sorotan Enny terhadap kementerian BUMN memang bukan hal baru. Satu dari 34 kementerian di era Jokowi ini kerap dikritisi pengamat dan pemerhati ekonomi.
"Ini sudah lama diksritisi karena dinilai keberadaannya tidak pas. Sekarang yang kita butuhkan dalam perekonomian ini untuk mengakselelarasi peningkatan. Karena jka hanya tumbuh atau stuck di 5 persen maka tak ada peningkatan, itu hanya mengikuti pertumbuhan natural saja," kritis dia.
Advertisement