Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah merumuskan upaya untuk meningkatkan produksi minyak. Salah satunya menggunakan teknologi Enhance Oil Recovery (EOR). Cara ini diyakini dapat menguras cadangan minyak sebanyak 1,6 miliar barel.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan produsen migas membuat rencana penggunaan teknologi EOR untuk menaikan produksi minyak hingga 1 juta bare per hari.
Hal ini dilatarbelakangi dengan potensi cadangan minyak yang bisa dikuras dengan EOR sebesar 1,6 miliar barel.
Advertisement
"Some times kita punya data 1,6 miliar barel yang bisa EOR," kata Luhut, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, Senin (2/12/2019).
Baca Juga
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengungkapkan, sumur minyak yang akan ditingkatkan produksinya adalah yang produksinya sudah menurun karena sudah tua, setiap sumur berpotensi akan menghasilkan minyak hingga 200 barel.
"EOR kalau dari cadangannya masih bisa diangkut 1,5 sapai 1,7 miliar barel minyak dari EOR. Secara bertahap mau dari 100 barel 200 barel itu dari sumuran," tuturnya.
Dia pun menyebutkan, beberapa blok migas yang sumur minyaknya berpotensi diterapkan teknologi EOR, di antaranya Blok Rokan, Lapangan Zulu Blok Offshore North West Java (ONWJ) dan sumur Blok Rimau.
"Yang gede kan ada di Rokan sama Pertamina EP sama di Zulu PHE sama di Medco ya Rimau," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ahok Diminta Percepat Pembangunan Kilang Minyak
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah ditunjuk Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erik Thohir menjadi Komisaris Utama Pertamina.
Apa tantangan yang akan dihadapi Ahok saat menjalankan tugasnya sebagai Komisaris Utama?
Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, tantangan Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina ke depan akan sangat berat.
Sebagai pengawas Direksi yang menjalankan tugas sebagai agen pembangunan dengan penyalurkan BBM dan elpiji subsidi. Di sisi lain Pertamina juga dituntut untuk mencari mencari keuntungan.
"Mengingat jabatan tersebut sebagai perpanjangan tangan pemerintah serta sebagai pengawas Direksi Pertamina, jadi Ahok harus bisa mengimplementasikan kedua hal ini," kata Mamit saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Sabtu (23/11/2019).
Dia melanjutkan, Ahok harus memastikan bahwa pengembangan kilang yang sudah beroperasi dan kilang baru bisa berjalan secara maksimal sehingga mampu meningkatkan produksi minyak dan gas bumi Pertamina. Hal ini untuk mengurangi impor migas dan dapat meredam defisit neraca berjalan dan perdagangan.
"Sesuai arahan presiden bagaimana agar defisit neraca perdagangan bisa berkurang karena sektor migas terutama Pertamina penyumbang terbesar CAD kita," tuturnya.
Menurut Mamit, Ahok juga dihadapi tantangan mendorong kegiatan pencarian migas untuk mendongkrak produksi migas. Selain itu juga memasitikan program BBM satu harga tetap berjalan untuk memberikan rasa keadilan bagi masyarakat di wilayah terluar, terdepan dan terpencil (3T).
"Pengawasan terhadap kinerja Direksi adalah mutlak. Transparansi, efisiensi, pemotongan birokrasi dan semangat GCG harus diberlakukan. Mekanisme reward and punishment bisa dilakukan tanpa ada like and dislike terhadap karyawan Pertamina," tandasnya.
Advertisement