Sukses

BKN: Kinerja PNS Masih Jeblok Meski Nilai Prestasi Baik

Masalah dalam manajemen kinerja PNS, yaitu ketidakcocokan antara nilai kinerja dengan fakta yang ada dilapangan.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Kepegawaian Nasional (BKN) mengakui, mayoritas Pegawai Negeri Sipil (PNS) memiliki nilai kinerja dan prestasi baik. Namun faktanya masih bekerja tidak sesuai harapan.

Sekretaris Utama BKN Supranawa Yusuf‎ mengatakan, terdapat masalah dalam manajemen kinerja PNS, yaitu masih ditemukan ketidakcocokan antara nilai kinerja dengan fakta yang ada dilapangan.

‎"Kalau bicara manajemen kinerja di PNS masih menghadapi masalah,"‎ kata Supranawa, saat menghadiri Pilot Project Manajemen Kinerja PNS Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019, di Kantor Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi, Jakarta, Selasa (3/12/2019).

 

Supranawa melajutkan, jika dilihat dari penilaian prestasi kerja, hampir semua PNS memasuki kategori baik bahkan sekitar 20 persen memperoleh nilai amat baik. Namun, jika melihat fakta dilapangan beberapa pihak mengeluhkan kinerja PNS yang masih jeblok.

"Kalau dilihat dari data yang kita punya nilai atau penilain prestasi kerja PNS hampir semuanya masuk kategori baik, 10-20 persen amat baik. Kalau lihat faktualnya dilapangan banyak komplai entah dari masyrakat, stakeholder atau pimpinan instansi," paparnya.

Supranawa pun mengaku kerap mendengarkan keluhan sejumlah kepala daerah yang berasal dari luar birokrasi‎, keluhan tersebut kebanyakan mengenai kinerja PNS instansi kepala daerah tersebut yang tidak bisa mengikuti ritme bekerja dengan cepat.

"Apalagi kalau pimpinan daerah tidak punya latar belakangan birokrasi ingin cepat dan tuntas. Beberapa daerah mengeluhkan kasih instruksi sebulan enggak ada realisasi, ada suatu masalah karena belum memiliki kinerja yang bagus‎," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Jelang Pilkada Serentak, PNS Diimbau Jaga Netralitas

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mengimbau kepada para Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk memegang teguh netralitas pada masa-masa jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.

"Untuk itu, harus sangat berhati-hati, dikawal, dijaga, dan dipastikan kalau ASN betul-betul menjaga netralitasnya," imbuh Kepala Bidang Pembinaan Integritas SDM Aparatur Kementerian PANRB Kumala Sari dalam keterangan tertulisnya, Jumat (29/11/2019).

Netralitas PNS sendiri merupakan azas yang terdapat di dalam Undang-undang Nomor 5/2015 tentang Aparatur Sipil Negara. Azas ini termasuk ke dalam 13 point dalam penyelenggaraan kebijakan dan manajemen SDM.

Sari menjelaskan bahwa netralitas PNS telah diatur dalam PP 42/2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS dan PP 53/2010 tentang Disiplin PNS. Pada Pilkada 2017 dan Pemilu Serentak 2018, Kementerian PANRB juga telah mengeluarkan surat edaran mengenai pelaksanaan netralitas ASN dalam penyelenggaraan pesta demokrasi di Indonesia tersebut.

Pengukuran netralitas pada PNS dibagi menjadi empat indikator. Indikator tersebut antara lain netralitas dalam karier ASN, netralitas dalam hubungan partai politik, netralitas pada kegiatan kampanye, dan netralitas dalam pelayanan publik.

Dari keempat indikator tersebut, pelanggaran netralitas sering terjadi pada indikator ketiga, yaitu netralitas pada kegiatan kampanye. Dalam indikator tersebut terdapat beberapa poin yang merinci mengenai kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh ASN dalam menjaga netralitasnya.

Pertama, penggunaan media sosial tidak mendudukung aktivitas kampanye. Kedua, tidak ikut dalam kegiatan kampanye. Ketiga, tidak membagi-bagi uang dan souvenir kepada pemilih. Keempat, tidak melibatkan pejabat negara dan daerah dalam kegiatan kampanye.

"Selanjutnya, tidak menggunakan fasilitas negara atau pemerintah dalam kegiatan kampanye. Keenam, tidak melakukan mobilisasi PNS lain dalam ajakan memilih paslon. Dan terakhir, tidak memberikan janji program pembangunan kepada masyarakat," sambung Sari.

3 dari 3 halaman

Benturan Kepentingan

Dia menambahkan, penting bagi ASN untuk bersikap netral dan tidak memihak. Jika tidak netral, maka akan berdampak pada profesionalitas ASN dalam menjalankan tugasnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

“Dampak negatif lainnya adalah adanya pengkotak-kotakan PNS yang didasarkan pilihan politik, hingga konflik dan benturan kepentingan atas keberpihakan terhadap suatu calon,” ujar dia.

"Bagi PNS yang melanggar netralitas, maka akan dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi hukuman disiplin. Sanksi yang diberikan mulai dari penundaan kenaikan gaji berkala hingga pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri," tukasnya.