Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah merancang sistem kerja baru bagi para Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan sistem baru ini, PNS akan mendapatkan libur tambahan dalam sepekan dan bisa bekerja dari rumah.Â
Keberadaan tambahan libur bagi PNS ini merupakan salah satu konsep dalam penerapan flexible working arrangement (FWA) yang sedang disiapkan oleh pemerintah.
Jauh sebelum usulan libur tambahan ini, juga ada wacana PNS bisa bekerja di rumah. Kebijakan ini bahkan ditargetkan terealisasi pada 2024.
Advertisement
Wacana libur tambahan PNS ini diungkapkan oleh Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Waluyo Martowiyoto saat menghadiri acara Pilot Project Manajemen Kinerja PNS Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019, di Kantor Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi, Jakarta, Selasa (3/12/2019) lalu.
Dia mengatakan, beberapa konsep FWA pada PNS adalah flexi working time atau waktu kerja PNS yang fleksibel dan flexible working space atau PNS lebih fleksibel dalam memilih tempat kerja.
"Jadi uji coba FWA adalah flexible working time. Jadi bisa jadi umpamanya kalau biasanya kerjanya jam 7 ada yang 8.30, ada mungkin jam masuk jam pulangnya beda," kata Waluyo.
Baca Juga
Menurut dia, salah satu pilihan untuk menerapkan konsep FWA adalah waktu libur PNS yang lebih banyak, di luar libur Sabtu dan Minggu. Namun, untuk mendapatkan libur tersebut harus memadatkan waktu kerja.
"Sehingga mungkin setiap hari Jumat ganjil atau genap bisa libur, gitu kan. Ini yang mengenai compress work," tutur dia.
Waluyo menegaskan, meski PNS bisa memilih libur saat hari kerja, jam kerjanya tetap memenuhi ketentuan. Pasalnya, jam kerja PNS yang memilih libur saat hari kerja akan dipadatkan.
"Itu kita kan sehari bekerja wajib kalau dalam dua minggu 10 hari kerja 40 jam. Berarti kalau dua minggu harusnya 10 hari kerja 80 jam. Itu bisa kita ubah nantinya adalah 9 hari kerja 80 jam. 80 jamnya tetap tapi 9 hari kerja sekitar 2 minggu," paparnya.
Dia melanjutkan, PNS yang memilih libur saat hari ‎kerja juga harus disiplin dalam pembagian tugas dengan rekannya, agar pelayanan publik tetap berjalan dengan baik.
"Pelayanan publik tetap harus jalan, sehingga harus dengan yang mempunyai kewajiban pelayanan yang sama dia tetap harus masuk bergantian. Ini yang namanya jobs sharing," tandasnya.
Sementara untuk PNS yang bisa bekerja di rumah, Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, proses seleksi PNS sejak 2014 telah banyak mengandalkan sistem komputer. Oleh karena itu, ia berharap separuh pegawai negeri pada 2024 sudah menguasai teknologi informatika atau IT.
"Sejak 2014-2018, jumlah rekrutmen CPNS mencapai 317.979 orang. Sejak pendaftaran mereka harus menggunakan sistem computerize," ujar dia.
"Diharapkan di 2024, PNS kita memiliki basis IT yang cukup kuat karena jumlahnya akan 50 persen dari total PNS, dengan asumsi per tahun rekrutmen 200 ribu formasi," dia menambahkan.
Dengan semakin majunya ilmu teknologi, pria yang akrab disapa Iwan ini memproyeksikan, hal tersebut akan mempengaruhi fleksibilitas kerja para PNS di masa depan, sehingga mereka bisa bekerja dari rumahnya masing-masing. "Nanti akan bisa kerja dari rumah, tinggal ngatur aturannya kaya bagaimana," ucap Iwan.
Dia pun memaparkan, PNS di masa depan harus punya beberapa kriteria, salah satunya kemampuan IT dan bahasa asing. Ini sejalan dengan visi pemerintah menuju world class government 2024.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Masih Dikaji
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) selaku instansi terkait angkat bicara soal rencana ini. Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik (HUKIP) Kementerian PANRB Andi Rahadian menyatakan, pihaknya masih melakukan pengkajian terhadap wacana tersebut.
"Kami masih mengkaji wacana FWA tersebut, ini kan baru permulaan. Tapi, FWA ini dirancang agar PNS bisa kerja dari mana saja, jadi bukan dari rumah (saja), jadi layanan publik bisa lebih efisien," ujar dia kepada Liputan6.com, Rabu (3/12/2019).
Ada beberapa poin yang akan menjadi konsentrasi dari FWA. Mulai dari konsep kerja bisa dari mana saja, jam kerja yang fleksibel hingga pemadatan jam kerja.
Baca Juga
"PNS tidak harus bekerja di kantor, nanti terintegrasi dengan konsep-konsep co-working space. Lalu, misalnya ada PNS yang masuk jam 7 pulang lebih awal misalnya, ada yang masuk jam 8 tapi pulang lebih akhir," jelas dia.
Pemadatan jam kerja mengacu pada ketentuan jam kerja 8 jam sehari dan 40 jam seminggu. Jika dari hari Senin hingga Kamis seorang PNS sudah mencapai 40 jam kerja, maka disebutkan PNS tersebut berpeluang bekerja dari rumah pada hari Jumat.
"Namun, belum bisa dipastikan apakah akan jadi hari libur, atau kerja di rumah atau termasuk dalam FWA, karena kita masih dalam proses pengkajian," imbuh Andi.
Sebagai langkah awal, Kementerian PANRB akan lakukan identifikasi dulu, posisi atau jabatan mana yang bisa diberlakukan jam kerja fleksibel. "Karena 'kan tidak semua. Misalnya dokter, itu nggak mungkin, kan, dari rumah, jadi kita identifikasi dulu," ujarnya.
Setelah proses identifikasi selesai, maka pembangunan infrastruktur pendukung baru bisa dilakukan. Namun, Andi belum dapat memastikan kapan konsep tersebut selesai dirancang dan diimplementasikan.
"Segera, ya, namun kita fokus ke pemangkasan birokrasi (eselon III dan IV) dulu. Kalau sudah, nanti akan lebih mudah (implementasi FWA)," dia menandaskan.
Advertisement
Ditolak
Rencana tambahan libur dan PNS bisa kerja di rumah ini turut menjadi perhatian pengusaha dan anggota DPR RI. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Hariyadi Sukamdani, mengatakan jika ia tidak setuju dengan konsep flexibel working arrangement (FWA) yang diterapkan untuk PNS.
"Tidak efisien banget, jam kerja dikurangin jadi 4 hari kerja," kata Hariyadi, saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu (4/12/2019).
Ia mempertanyakan, parameter yang menjadi penerapan konsep pengurangan jam kerja. Sehingga PNS mendapatkan libur tambahan selain Sabtu dan Minggu. "Konteks pada bekerja harus jelas juga, mengukur dari target pekerjaan yang dikerjakan di rumah pun kemungkinan tidak efisien," jelas dia.
Menurut dia, jika ingin diterapkan konsep tersebut, kemungkinan jumlah pegawainya kebanyakan. Sehingga dikeluarkan konsep FWA untuk PNS. "Lebih baik dikurangi saja pegawainya agar optimal, bukannya dikurangi jam kerja," ungkapnya.
Ia merasa sebagai pembayar pajak, penerapan konsep itu tidak efisien.
Begitu juga diungkapkan oleh Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera. Dia menyebut rencana tersebut tidak cerdas dan tidak bijak bagi pelayanan masyarakat.
"Usul saya pemerintah cerdas sedikit kenapa, jangan lontarkan yang seperti ini yang tidak jelas gitu. Kemarin ada (wacana) PNS bisa kerja di rumah, ramai lagi ini libur lagi," kata Mardani di Kompleks Parlemen Senayan.
Mardani mempertanyakan siapa yang akan melayani masyarakat apabila hari kerja justru dipotong untuk libur PNS. "Nanti yang kerja siapa?" kata dia.
Menurut dia, wacana libur tambahan ini sama saja dengan dengan wacana pemangkasan eselon, yakni tidak produktif.
"Buat saya puzzle-puzzle ini jangan dilontarkan satu per satu, buat grand desain misal 10 tahun lagi kita akan buat seperti ini," kata Mardani.
Â
Dukungan
Selain mendapatkan penolakan, ada juga kalangan penguasa yang mendukung rencana ini. Dukungan tersebut datang dari Ketua Umum DPP Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang. Menurutnya sejauh tidak mengganggu pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha, prinsip tidak menjadi masalah.
"Karena memang di era revolusi industri 4.0 sekarang ini kehadiran fisik dalam sebuah tugas dan pekerjaan bukan sesuatu indikator bahwa yang bersangkutan rajin dan produktif," kata Sarman, kepada Liputan6.com.
Akan tetapi dimanapun PNS berada, sejauh tugas dan tanggung jawabnya selesai tepat waktu itulah yang menjadi indikator kinerjanya.
Sarman menyebut, konsep tersebut sudah banyak dilakukan para perusahaan swasta multinasional. Di mana jam kantor mereka relatif bebas tapi semua pekerjaan yg diberikan selesai tepat waktu.
"Nah untuk PNS harus dibuat suatu aturan dan mekanisme ketat dengan tupoksi dan target yang jelas sehingga jika kebijakan itu diterapkan maka tidak mengurangi produktivitas malah sebaliknya pelayanan yang lebih cepat dan tepat," pungkas Sarman.
Praktisi pegawai honorer Didik Suprijadi memandang, rencana tersebut tidak bisa diterapkan pada PNS seluruh instansi, sebab setiap instansi pemerintah memiliki peran masing-masing.
"Hanya instansi tertentu, hanya tujuh instansi seperti Bappenas, yang kebetulan bisa bekerja di mana saja. Karena lebih banyak kajian dan data," kata Didi saat berbincang dengan Liputan6.com.
Menurut Didik, PNS yang bertugas untuk memberikan pelayanan publik ke masyarakat seperti tenaga kesehatan dan pendidikan tidak bisa melaksanakan konsep tersebut. Penerapan konsep PNS bekerja di rumah dan libur di luar Sabtu dan Minggu memerlukan kajian lebih matang.
"Guru akan lebih ba‎ik sebanyak mungkin bertatap muka dalam pengembangan kepribadian dan karakter, saat ini banyak daerah masih menerapkan 6 hari kerja," tandasnya.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Robert Endi Jeweng mengatakan, penerapan konsep FWA untuk PNS harus diikuti dengan perbaikan manajemen kerja dan produktivitas kinerja. "Kalau yang penting ini bagian dari perbaikan manajemen kerja dan produktivitas," kata Endi.
Menurut Endi, untuk membuat manajemen kerja dan produktivitas kinerja membaik ketika PNS bekerja di rumah dan libur saat hari kerja, pemerintah harus menerapkan standar operasional prosedur yang jelas. PNS merupakan pelayan publik, jika tidak ada aturan main yang jelas maka pelayanan terhadap masyarakat akan terganggu.
"Penilaian kinerja kerja, produktifitas harus jelas tidak bisa dipukul rata harus ada SOP yang jelas, masyarat jangan dikorbankan karena jam kerjanya PNS," tuturnya.
Endi mengungkapkan, dengan perkembangan era digital memang memungkinkan PNS bisa bekerja tidak harus di kantornya, namun sebelum diterapkan harus ada uji coba terlebih dahulu, untuk memastikan konsep FWA tersebut berjalan dengan efektif.
"Dengan bantuan digital kerja jarak jauh dimungkinkan, tapi ini harus diuji cobakan dulu," tandasnya.
Advertisement
Tanggapan PNS
Sistem kerja baru bagi para PNS ini mendapat sambutan baik dari Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) sebagai wadah organisasi PNS.
Ketua Umum Korpri, Zudan Arif Fakrullah menyatakan sistem ini bisa membuat layanan publik optimal asal infrastruktur digitalnya telah tersedia. "Konsep ini membuat ASN bisa bekerja di mana saja, dengan bantuan teknologi tentunya. Namun harus ada infrastruktur yang memadai terlebih dahulu," ujarnya kepada Liputan6.com.
Infrastruktur digital tersebut memungkinkan proses administrasi lebih cepat terselesaikan. Nantinya, dalam rapat-rapat tidak diperlukan kertas lagi, pun dalam tanda tangan pejabat yang biasanya membutuhkan waktu lama.
Zudan mencontohkan pemanfaatan infrastruktur digital di tempat kerjanya, yaitu Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
"Di Dukcapil sudah diterapkan, 500 kabupaten/kota sudah menerapkan surat pindah digital. Akta kelahiran, tanda tangan digital. Akta kematian, tanda tangan digital. Kartu keluarga, tanda tangan digital. Jadi Kepala Dinas (daerah) kalau lagi dinas ke Jakarta, layanan tetap jalan terus," ungkapnya.
Untuk pengaturan jam kerja sendiri, Zudan menambahkan, hal itu akan berjalan seiring dengan tata kelola yang diperbaiki. PNS pun mengaku sudah siap dengan konsep jam kerja ini.
"ASN/PNS tentu siap. Kita sudah tidak pakai mesin tik lagi, kita sudah pakai WhatsApp (media sosial) untuk kirim file dan sebagainya. Jadi, tinggal menunggu saja (dari pemerintah)," tutur Zudan.
Sementara itu, salah satu PNS di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Lena menjelaskan, kebijakan PNS bisa bekerja dari rumah hanya bisa diterapkan bagi sebagian PNS saja.
"Kalau masih terikat dengan birokrasi seperti surat-menyurat dan lainnya itu tidak bisa," kata dia kepada Liputan6.com. Menurutnya, kebijakan bekerja di rumah hanya bisa dilakukan oleh PNS yang menjalankan sistem koordinasi.
Mengenai kesiapan PNS siap 24 jam jika bekerja di rumah, ia mengatakan bahwa selama ini PNS sudah siap selama 24 jam karena fungsi kerja bisa dilakukan secara online. "Kalau pegang handphone kan bisa dihubungi kapan saja," kata dia.
Perlu digaris bawahi, perlu adanya rewad dan punishment jika menerapkan konsep ini. Misalnya, PNS yang kerja di rumah tunjangan kinerja hanya dibayar 80 persen.
Sedangkan mengenai pengurangan hari kerja menurutnya sangat baik karena dihitung berdasarkan jam kerja. "Selama ini jika PNS pulang sampai malem tidak ada apresiasi," kata dia.
Namun perlu juga digarisbawahi jika memang konsep ini dijalankan jangan sampai pengawasan longgar. Ada beberapa PNS yang ke kantor hanya sebatas absen dan tidak benar-benar bekerja. "Ke kantor cuma cari wifi," tutup dia.