Sukses

Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi, Ibu-Ibu Diminta Tak Pelit Belanjakan Uang

Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini tinggal hanya bergantung pada konsumsi rumah tangga.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia, Ryan Kiryanto, mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini tinggal hanya bergantung pada konsumsi rumah tangga. Sebab, faktor pendorong lain seperti belanja pemerintah dan ekspor tengah tak banyak membantu.

"Maka dari itu, ibu-ibu tolong Indonesia dengan jangan pelit membelanjakan uangnya. Belanja ke mal. Maka dengan begitu ekonomi bergerak," ujarnya saat ditemui di Labuan Bajo, Senin (9/12).

Ryan melanjutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa selamat sesuai target pemerintah di 5 persen jika setidaknya konsumsi rumah tangga tumbuh sekitar 5,5 persen.

"Belanja pemerintah diharapkan dapat menyumbang, tapi belanja sosial sudah mengecil karena diforsir di Q1 dan Q2. Harapan terakhir dari konsumsi rumah tangga," tuturnya.

Ryan turut mengingatkan pemerintah bahwa guna menangkal ancaman resesi, maka dibutuhkan kebijakan fiskal yang mumpuni. Meski dalam kenyataannya, Indonesia cukup aman dari dampak resesi.

Dia menjelaskan cukup amannya Indonesia dari dampak resesi karena ekonomi Tanah Air tidak bergantung pada ekspor. Selain itu, Indonesia tidak masuk dalam rantai pasok global atau global supply chain.

"Untungnya Indonesia tidak dalam keduanya. Cukup terisolasi," kata dia.

Reporter: Harwanto Bimo Pratomo

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Hanya 5,2 Persen di 2020

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 mendatang berada pada kisaran 5,2 persen. Prediksi tersebut lebih kecil daripada target pertumbuhan ekonomi pemerintah tahun depan yang sebesar 5,3 persen.

Menurut perhitungannya, secara historis pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu minus dibanding target yang ditetapkan sebelumnya.

"Saya pikir 5,2 persen. Kami melihat laporan tahun lalu, secara asumsi makro itu tumbuh 5,3 persen. Ini tidak terlalu jauh, ini gap yang tipis," ujar dia pada The 9th AIFED di Nusa Dua, Bali, Kamis (5/12/2019).

Kondisi serupa turut terjadi pada 2019. Suahasil mengatakan, pemerintah kesulitan untuk bisa menggapai target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen sepanjang tahun ini. Hal ini lantaran adanya ketidakpastian global akibat perang dagang Amerika Serikat-China.

"Ini dibuktikan dengan kondisi ekonomi global. Sejak awal 2019, kita sulit mencapai 5,2 persen. Kita turun dari 5,2 persen ke (kisaran) 5,0 persen. Kita mencoba menjaga, tapi itu belum cukup," ungkap dia.

3 dari 3 halaman

Masih Baik

Kendati begitu, ia menyatakan perolehan tersebut masih menandakan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan. Berkaca pada pencapaian negara lain dan kondisi global saat ini, pencapaian 5 persen masih tergolong tinggi.

"Dua tahun lalu india 7 persen, sekarang india menuju 5 persen. Brexit tetap menjadi tantangan, perang dagang Amerika Serikat dan China juga masih jadi tantangan," terang Suahasil.

"Dengan 5 persen pertumbuhan ekonomi, para ekonom di ruangan ini pasti akan mengerti bahwa dengan apa yang terjadi di dunia, maka pertumbuhan 5 persen adalah angka yang tinggi," dia menandaskan.Â