Sukses

Larangan Rokok Elektrik Dinilai Tak Efektif Kurangi Perokok

Pemerintah diminta untuk kajian mendalam dalam rangka penyusunan regulasi untuk produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik.

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), Amaliya mendorong pemerintah untuk melakukan kajian ilmiah soal penggunaan rokok elektrik. Kajian ini diperlukan untuk mempermudah pemerintah membuat regulasi untuk produk tembakau alternatif tersebut.

Dia menyebutkan, produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan, tidak melalui proses pembakaran, melainkan pemanasan.

"Untuk itu, pemerintah perlu mendorong adanya kajian ilmiah. Kajian tersebut nantinya menjadi landasan bagi pemerintah dalam membuat regulasi bagi produk tembakau alternatif yang tepat sasaran," ujar Amaliya seperti dikutip dari Antara, Senin (9/12).

Menurut dia, pelarangan rokok elektrik yang telah dilakukan di sejumlah negara dinilai justru membuat perokok dewasa akan mengisap tembakau konvensional.

 

"Pelarangan rokok elektrik seperti di India, Turki, dan China akan semakin meningkatkan pemahaman negatif terhadap rokok elektrik. Pelarangan tersebut akan menghalangi hak perokok dewasa beralih ke produk tembakau yang lebih rendah risiko daripada rokok," kata Amaliya.

Dampak terbesar dari pelarangan tersebut adalah perokok dewasa akan tetap mengonsumsi rokok yang dibakar. Kondisi tersebut, menurut Amaliya, membuat ancaman kesehatan terhadap perokok dewasa akan semakin besar. "Risiko dari pelarangan tersebut akan membuat orang terus merokok, sehingga tentunya akan membahayakan hidupnya," ujarnya pula.

Amaliya menjelaskan Pemerintah Inggris justru memiliki pandangan yang berbeda dengan Amerika Serikat. Divisi dalam Departemen Kesehatan dan Pelayanan Sosial di Inggris, Public Health England (PHE), secara konsisten mensosialisasikan bahwa perokok dewasa harus mendapatkan alternatif agar beralih sepenuhnya ke produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan, sehingga dapat meninggalkan rokok.

"PHE meyakini bahwa rokok elektrik memiliki risiko kesehatan yang jauh lebih rendah daripada rokok yang membunuh hampir 220 orang di Inggris setiap hari. Menggunakan rokok elektrik yang mengandung nikotin membuat seseorang lebih mungkin berhenti merokok dibandingkan mengandalkan kemauan sendiri," ujar Amaliya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Merokok Biang Kemiskinan

Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik BPS Kecuk Suhariyanto mengatakan kebiasaan merokok memang berkontribusi cukup besar terhadap kemiskinan. Dia menjelaskan dalam perhitungan angka kemiskinan, komponen rokok bahkan menduduki urutan kedua dalam faktor penyebab kemiskinan setelah bahan makanan.

"Kenapa BPS masukkan rokok, karena mau betul-betul memotret kehidupan penduduk miskin. Di sana betul-betul kelihatan bahwa kebiasaan merokok betul-betul parah dan menyita pendapatan," ungkapnya dalam diskusi Forum Merdeka Barat, Jakarta, Senin (30/7/2018).

Jika kebiasaan merokok--terutama di kalangan penduduk miskin dapat dikurangi--angka kemiskinan pun dapat lebih ditekan.

"Kalau rokok dapat dikeluarkan garis kemiskinan, garis kemiskinan akan turun, kalau garis kemiskinan turun penduduk miskin akan turun. Ke depannya kita harus berupaya menekan jumlah perokok. Saat ini sangat tinggi sekali," jelas dia.

Meskipun demikian, dia mengakui upaya memberantas kebiasaan merokok di Indonesia masih cukup sulit. Kebijakan menaikkan cukai rokok saja, kata dia, tidak cukup.

"Cukai rokok dinaikkan bagaimana. Kalau itu diterapkan di Amerika atau di Australia mungkin bisa. Kalau di Indonesia, inovasi orang Indonesia luar biasa. Kalau cukai mahal, rokok mahal, dia bisa melinting sendiri," imbuhnya.

"Kalau kenaikan cukai rokok saja tidak cukup. Harus ada sosialisasi cukup dini tentang bahaya merokok," tandasnya.