Liputan6.com, Jakarta - Produksi gas Indonesia akan bertambah dari proyek pengembangan hulu minyak dan gas (migas) Sumur Tamelat 3 dan 4 ‎Blok Sout Sumatra, yang dioperatori Medco E&P South Sumatra.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Wisnu P. Taher mengatakan, Medco E&P South Sumatra telah melakukan pengiriman perdana gas (First Gas) dari sumur Temelat 3.
Setelah diselesaikannya proyek pengembangan Lapangan Temelat, mencakup kegiatan pengeboran dua sumur gas yaitu Temelat 3 dan Temelat 4, pembangunan fasilitas produksi danemasangan pipa gas sepanjang kurang lebih 21 kilo meter (Km)
Advertisement
"Keberhasilan beroperasinya sumur Temelat 3 akan memberiktan tambahan produksi gas nasional," kata Wisnu, di Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Baca Juga
Produksi gas dari lapangan temelat dialirkan melalui pipa gas sepanjang 21 km ke fasilitas eksisting di Stasiun Gunung Kembang. Selanjutnya gas akan dikirim ke Stasiun Rambutan untuk disalurkan ke jaringan pipa gas Sumatera Selatan.
Saat ini, Sumur Temelat 3 telah berproduksi, sementara Sumur Temelat 4 diperkirakan akan siap berproduksi pada Januari 2020 dengan total produksi sebesar 10 MMscfd.
Menurutnya, penyaluran gas perdana sumur Temelat 3 sesuai waktu yang telah ditargetkan, menunjukkan keberhasilan koordinasi program dan pengawasan (WP&B) yang dilaksanakan oleh SKK Migas serta komitmen dan realisasi investasi yang dilaksanakan oleh Kontraktor KKS Medco E&P South Sumatra.
Keberhasilan sumur Temelat 3 dan sumur Temelat 4 tentu akan mendorong Medco E&P South Sumatra untuk melakukan pengeboran sumur yang lain, dalam rangka meningkatkan produksi gas di wilayah kerja tersebut.
"Tambahan produksi gas tersebut juga akan memperkuat posisi Medco Energi yang saat ini merupakan 10 Kontraktor KKS utama penyumbang lifting minyak dan gas," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perlukah Pemerintah Relaksasi Kontrak Bagi Hasil Migas?
Pemerintah berencana memberikan keleluasaan perusahaan pencari minyak dan gas bumi (migas), untuk memilih kontrak bagi hasil migas dengan gross split atau cost recovery untuk meningkatkan investasi pada sektor tersebut.
Perlukah relaksasi pemilihan kontrak‎ bagi hasil migas dilakukan?
Praktisi Migas Yusak Setiawan memandang, ‎investor tidak mempermasalahkan bentuk kontrak bagi hasil blok migas yang diterapkan pemerintah, selama kontrak tersebut sesuai dengan keekonomian proyek hulu sehingga menguntungkan.
"Selama perhitungan keekonomian dari blok migas yang di tawarkan masuk akal, artinya penanam modal bisa mendapatkan keuntungan, mereka tidak lah terlalu peduli dengan kontrak bagi hasil mana pun," kata Yusak, di Jakarta, Senin (2/12/2019).
Menurutnya, ‎investor membutuhkan kepastian hukum pada suatu kontrak bagi hasil migas, meski saat rencana penerapan skema bagi hasil migas baru menimbulkan beragam reaksi. Namun, perlu ada perbaikan variable split disesuaikan dengan kondisi cadangan migas.
"Yang lebih di kuatirkan oleh penanam modal adalah kepastian hukum dari suatu kontrak tersebut," tuturnya.
Advertisement