Sukses

Dongkrak Investasi, Pemerintah dan DPR Sepakat Dorong Roadmap IHT

Industri hasil tembakau (IHT) merupakan primadona yang menjadi daya tarik masuknya investasi asing ke dalam negeri.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mukhamad Misbakhun mengatakan bahwa industri hasil tembakau (IHT) merupakan primadona yang menjadi daya tarik masuknya investasi asing ke dalam negeri. Apalagi Indonesia memiliki jenis rokok yang cukup dikenal mancanegara yakni kretek.

"Industri tembakau itu salah satu primadona masuknya investasi asing ke Indonesia," ujarnya di Jakarta, Rabu (11/12).

Misbakhun menjelaskan, rokok kretek saat ini menjadi daya tarik bagi masyarakat luar Indonesia. Oleh karenanya, dengan menjaga ciri khas tersebut, dia yakin investasi asing akan banyak yang masuk ke dalam negeri.

"Ini yang harus kita jaga rokok kretek ini dari kepunahannya, karena apa? Investasi asing yang masuk cenderung membawa rokok putih," lanjutnya.

Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai, Ditjen Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto menambahkan saat ini industri hasil tembakau penting untuk mendongkrak penerimaan negara. Bahkan, penerimaan cukai selalu melampui target dari hasil IHT.

"Insya Allah tahun ini juga 100 persen lebih sedikit. Kalau kata Menkeu Sri Mulyani ini bukan prestasi, tapi tradisi," kata Nirwala.

Nirwala mengatakan, pentingnya IHT di Indonesia bisa terlihat dari ukuran industrinya itu sendiri. Misalnya, membandingkan BUMN saat ini nilainya Rp1.450 triliun, tapi kontribusinya pada fiskal hanya Rp160 triliun atau 9,5 persen.

Sementara itu, industri hasil tembakau yang nilai industrinya Rp326 triliun, berkontribusi Rp 200 triliun atau 61,4 persen.

"Ini tidak ada yang bisa menyaingi, kecuali perbankan. Jadi, ini kontribusi yang sangat tinggi," ucapnya.

"Multiplier effect-nya Rp 432  triliun, jadi ini sumbangan sangat besar. Daya serap pasarnya sangat tinggi. Jadi, di sini tidak sekadar menaikkan saja, tapi menghitung juga. Dalam 10 terakhir target penerimaan naik sekitaran Rp10 triliun setiap tahunnya," sambung dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Kenaikan Cukai Rokok

Di samping itu, keputusan pemerintah yang akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 23 persen pada tahun depan menjadi polemik. Aturan ini akan membuat Harga Jual Eceran (HJE) rokok pun naik hingga 35 persen.

Untuk menyelesaikan polemik ini, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Enny Sri Hartati pun turut mendorong dibuatnya roadmap yang komprehensif dari seluruh stakeholder baik pemerintah, industri hingga petani.

"Saya sangat setuju bahwa roadmap yang komprehensif itu salah satu jawaban," katanya.

Enny mengatakan roadmap yang komprehensif tersebut nantinya diharapkan mampu menjawab kepastian investasi. Sebab, pentingnya peran industri hasil tembakau bukan hanya menjadi modal kapital bagi negara tetapi juga menjadi daya tarik bagi investor untuk berinvestasi.

Di sisi lain, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian juga mendukung dibentuknya roadmap IHT dan berharap terjadi komunikasi yang baik dan intens dengan seluruh stakeholder.

"Kita berharap di dalam pembentukan Roadmap Industri hasil tembakau ada komunikasi yang intens duduk bareng dan kalau bisa sudah menyedot tembakau petani sudah berapa banyak. Ini harus duduk bareng," ujar Asisten Deputi Pengembangan Industri, Kemenko Perekonomian, Atong Soekirman.

 

3 dari 3 halaman

Roadmap Masih Dibutuhkan

Sementara, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memandang peta jalan (roadmap) IHT masih dibutuhkan untuk segera dirancang oleh pemerintah. Pasalnya, keterkaitan IHT ini sangat dalam dan luas terhadap penerimaan negara dan beberapa pihak lainnya.

"Kami melihat roadmap ini masih sangat diperlukan karena keterkaitan industri sangat dalam dan luas tadi, maka perlu suatu guidance ke depannya," ucap Kepala Subdirektorat Program Pengembangan Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Mogadishu Djati Ertanto.

Dia mengungkapkan, pihaknya pernah merancang peta jalan (roadmap) IHT melalui Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 63 Tahun 2015 tentang Peta Jalan Industri Hasil Tembakau 2015 hingga 2020. Namun, roadmap itu dianulir oleh Mahkamah Agung (MA) karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan industri saat itu.

"Pada 2016 ternyata harus dicabut karena bertentangan dengan UU Kesehatan," imbuhnya.

Lebih lanjut, menurutnya, pemerintah harus segera bisa mencari titik tengahnya. Mulai dari sudut pandang petani maupun industri agar bisa searah. Apalagi, Indonesia merupakan negara penghasil IHT terbesar ke-2 di dunia.

"Kalaupun kita sepakat mau meneruskan roadmap, tentunya dengan langkah-langkah terukur. Pengalaman di beberapa negara memang tidak serta merta langsung. Kami melihat untuk konteks di Indonesia perlu suatu roadmap yang bisa menjadi acuan bagi instansi pemerintah untuk membuat kebijakan atau mem-framing mereka baik operasional, rencana investasi, bahkan juga masalah ketenagakerjaan kita bisa direncanakan dengan baik," pungkasnya.