Sukses

DKI Jakarta Jadi Daerah Penyerap Anggaran Terendah, Bagaimana yang Lain?

Hingga November 2019, masih ada beberapa daerah yang serapan anggarannya masih sangat rendah.

Liputan6.com, Jakarta Serapan anggaran belanja pemerintah menjadi isu yang tidak kalah penting dalam pembangunan daerah. Hal ini karena pembangunan suatu daerah dapat dilihat dari serapan anggarannya yang tepat sasaran atau tidak.

Meski demikian, hingga November 2019, masih ada beberapa daerah yang serapan anggarannya masih sangat rendah.

Mengutip data Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA) per November 2019, terdapat 5 daerah dengan penyerapan anggaran tertinggi, pun dengan penyerapan terendahnya.

Lima daerah tertinggi antara lain Pemerintah Provinsi (Pemprov) Gorontalo sebanyak 83,57 persen, Pemprov Bengkulu sebesar 80 persen, Pemprov Jawa Tengah sebesar 77,31 persen. Kemudian Pemprov Bali sebesar 76,75 persen dan Pemprov Sulawesi Tenggara sebesar 75,34 persen.

Adapun untuk 5 daerah dengan serapan terendah ialah Pemprov DKI Jakarta sebesar 40 persen, Pemprov Aceh sebesar 41,16 persen, Pemprov Kalimantan Timur sebesar 53,68 persen, Pemprov Kalimantan Utara sebesar 55,71 persen dan Pemprov Sumatera Selatan sebesar 60,83 persen.

Sementara untuk pemerintah kabupaten/kota, Kabupaten Mahakam Ulu telah menyerap anggaran sebesar 56 persen dari keseluruhan sementara Kota Cirebon baru menyerap anggaran sebesar 18,60 persen.

Realisasi anggarannya pun belum dikatakan efisien karena sebagian besarnya terserap untuk belanja pegawai dan biaya operasional lain.

Data dari DJPK Kemenkeu tahun 2019, menyebutkan dari anggaran pemerintah provinsi sebesar Rp 349,6 triliun, 26 persen lari ke belanja pegawai, 35 persen ke operasional lain. Sedangkan untuk modal hanya 17 persen dan 22 persen untuk barang dan jasa.

2 dari 2 halaman

Pemda Paling Banyak Habiskan APBD buat Belanja Pegawai

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) membeberkan rasio belanja pemerintah daerah (pemda) hingga November 2019.

Dari data Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA), serapan anggaran pemerintah provinsi Gorontalo menyentuh angka 83,57 persen, tertinggi dari provinsi lainnya. Sedangkan serapan terendah dilakukan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta, yang baru sebesar 40 persen.

"Penyebabnya banyak, salah satunya function-based budgeting atau money follow function, yang menyebabkan ketidaksesuaian penganggaran APBD dengan perencanaan baik pusat maupun daerah," ujar peneliti KPPOD Lenida Ayumi di Jakarta, Minggu (15/12/2019).

Lebih lanjut, dalam rasio serapan anggaran pemerintah provinsi pada 2018 juga menunjukkan bahwa belanja pegawai dan kebutuhan operasional lain menduduki persentasi terbesar.

"Dari Rp 349,6 triliun, 26 persen anggaran terserap untuk belanja pegawai, 35 persen operasional lain sedangkan untuk modal hanya 17 persen," lanjut Lenida.

Hal ini dinilai berpotensi menimbulkan kerugian publik karena seharusnya masyarakat bisa menikmati fasilitas serta sarana dan prasarana yang dibangun dengan dana negara lebih cepat.

Oleh karenanya, mekanisme integrated budgetary control harus diterapkan terutama bagi daerah operasional baru (DOB) agar integrasi dari hulu ke hilir bisa terjadi, sehingga serapan anggaran dapat maksimal.

"Integrated budgetary control ini sudah diterapkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa sehingga pengeluaran belanja negara dan daerah terawasi dengan baik," tutur Lenida.

Selain itu, budgeting yang dilakukan harus sesuai dengan program pembangunan pemerintah.

Video Terkini