Sukses

Telaah Indef Soal Kondisi Ekonomi Indonesia

Pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil di angka 5 persen.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi global tengah melambat dipicu perang dagang China-AS. Tak hanya itu, pelemahan ekonomi global juga terjadi karena peningkatan utang negara berkembang,

Meski demikian, dia menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil di angka 5 persen. Salah satu penyebabnya karena ekonomi Indonesia tak bergantung pada ekspor impor. "Jadi bahan-bahan bertarung itu enggak terlalu berpengaruh," kata Esther di Jakarta, Jumat, (20/12).

Dia membeberkan, rasio ekspor-impor Indonesia ke China misalnya, relatif kecil dibanding negara lain sekitar 39,8 persen terhadap GDP. Sementara negara-negara lain seperti Singapura dan Thailand lebih besar dari pada Indonesia.

Sebaliknya, terkait impor Esther menyebut Indonesia mengalami tsunami belanja impor mulai dari tekstil, baja buah dan sayuran.

"Pada Agustus 2019, impor buah- buahan mencapai USD 118 juta, sayuran sampai USD 57,9 juta. Jika dikonversi jadi Rp2,4 triliun," papar Esther.

 

 

2 dari 2 halaman

Belanja Konsumsi

Dia melanjutkan, komponen perekonomian Indonesia lebih besar untuk belanja konsumsi. Besarnya mencapai 56 persen sehingga mampu menopang pertumbuhan perekonomian Indonesia. Maka, bila pertumbuhan ekonomi ingin dipertahankan, jangan sampai sektor ini diganggu.

Selain itu, bila dilihat dari sisi inflasi, terlihat relatif stabil. Data menunjukkan inflasi saat ini berada di angka 2,37 persen.

Ini akibat dari Bank Indonesia yang memang menahan agar belanja konsumsi tetap stabil. Sehingga yang diupayakan tahun depan bila ada kenaikan UMP dan BPJS akan berpotensi meningkatkan inflasi.

Terkait nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, Esther menilai ini sudah relatif bagus. Nilai tukar di sini bisa apresiasi karena ada portofolio uang yang masuk ke Indonesia. Sayangnya, uang masuk justru mengalir ke BUMN atau sektor publik.

"Ini sifatnya jangka pendek, kalau tidak hati-hati investor bisa kabur," ujar Esther.

Video Terkini