Liputan6.com, Jakarta - PT Angkasa Pura II memperkirakan pergerakan jumlah penumpang pesawat hingga akhir 2019 hanya mencapai 90,5 juta orang. Angka ini menurun sekitar 18 persen dari pergerakan jumlah penumpang di periode 2018 sebelumnya yang tembus mencapai 112 juta orang.
"Dengan resmi, kita perkirakan pergerakan penumpang kita akan berpotensi menurun 18 persen atau 90,5 juta jiwa," kata Direktur PT Angkasa Pura II, Mubammad Awaluddin, di Bandara Soekarno Hatta, Tanggerang, Minggu (22/12/2019).
Dari 16 bandara yang dikelola Angkasa Pura II, pertumbuhan penumpang pesawat terbesar masih berada di Bandara Soekarno-Hatta Tangerang Banten yakni mencapai 54,2 juta orang. Angka ini pun menurun dari jumlah periode tahun sebelumnya yang mencapai 65,6 juta orang.
Advertisement
Baca Juga
Sementara itu, pertumbuhan jumlah penumpang terendah terjadi di tiga bandara. Diantaranya adalah Bandara Banyuwangi (BWX) yang mencapai 280 ribu orang, Raja Haji Fasibilillah (TNJ) 305 ribu orang , dan Kertajati 519 ribu orang.
Awaluddin menambahkan, meski jumlah penumpang pesawat alami penurunan sepanjang 2019 pihaknya tetap tidak mengerem investasi. Adapun biaya investasi sepanjang 2019 mencapai sebesar Rp 14 triliun dengan berbagai pengembangan di beberapa bandara-bandara.
"Kita tetap tidak menurunkan investasi. Soekarno Hatta tetap jadi terbesar," tandas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan berikut ini:
Penyebab Penurunan Penumpang
Direktur Teknik Angkasa Pura II, Djoko Murjatmodjo, mengatakan penurunan traffic penumpang sebetulnya tidak hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan juga di seluruh dunia. Kondisi ini diperparah dengan adanya isu-isu sepanjang 2019 yang menghiasi dunia penerbangan.
"Ada isu sengaja di hembuskan adanya harga tiket mahal kemudian bagasi berbayar padahal sebenernya itu sejak tahun lalu ada, kalau LCC pasti berbabayar," kata dia di Bandara Soekarno Hatta, Tanggerang, Minggu (22/12/2019).
Dia mengatakan, dengan munculnya beragam isu tersebut berpengaruh besar kepada masyarakat khususnya yang menggunakan moda transportasi udara. Sehingga membuat daya beli masyarakat relatif menurun.
"Tapi itu berpengaruh karena ada semacam follow up," imbuh dia.
Djoko menambahkan, selain dari persoalan tersebut penyebab lain yang menggerus traffic penumpang pada tahun ini adalah adanya pembangunan infrastruktur darat yang cukup masif. Di tambah banyaknya jalan tol yang resmi difungsikan membuat masyarakat bergeser menggunakan moda transportasi.
"Contoh di darat jalan tol naik cukup tinggi. Ini baru kasus ini. Kalau kereta cepat Jakarta-Surabaya maka tambah parah lagi. Kondisi market dan juga kondisi dari daya belinya yang saya tangkap adalah itu," tandas dia.
Advertisement