Sukses

Sri Mulyani Akui Lebih Mudah Kerja di World Bank Dibanding Jadi Menkeu

Menurut Sri Mulyani, World Bank sengaja memberikan kuota untuk memberikan kesempatan bagi perempuan menjadi pemimpin.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani, mengungkapkan bahwa mengurus keuangan di World Bank dan International Monetary Fund (IMF) itu jauh lebih mudah dibanding menjadi Menteri Keuangan di Idonesia. Hal tersebut terjadi karena menurutnya institusi internasional lebih memperjuangkan kesetaraan gender.

"Jadi mereka membutuhkan perempuan seperti saya sebagai face of the World Bank, sekaligus juga untuk menunjukkan bahwa perempuan itu bisa menduduki kedudukan tersebut," kata Sri Mulyani dalam acara seminar nasional "Perempuan Hebat Untuk Indonesia Maju" yang diadakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), di Ritz Carlton, Jakarta, (22/12/2019).

Menurutnya, World Bank memang sengaja memberikan kuota untuk memberikan kesempatan bagi perempuan di seluruh dunia agar bisa menjadi salah satu bagian di dalamnya.

Dalam kesempatan ini, Sri Mulyani juga menceritakan pengalamannya saat menduduki posisi World Bank dan IMF.

"Saya mewakili Indonesia dan 11 negara yang lain, tujuan dari eksekutif director adalah memperjuangkan suara-suara dari anggota IMF terutama saat kita berbicara tentang program, isu-isu policy, dan kebijakan yang bisa mempengaruhi kebijakan negara," jelasnya.

Sri Mulyanimenjadi managing director di World bank pada saat ia menjadi Menteri Keuangan bawah pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hal itu tentu menjadi suatu kesempatan baginya untuk berkembang, sebelumnya ia pernah mengemban tugas sebagai sekretaris dewan ekonomi nasional, saat Megawati Soekarnoputri menjadi Wakil Presiden. Ia pun pernah menjadi menteri Bappenas dan sekarang menjadi menteri keuangan.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Kepercayaan Diri Perempuan

Selanjutnya, ia menyambungkan pengalamannya dengan membahas kepercayaan diri sebagai perempuan.

"Sebetulnya kalau di Indonesia sudah banyak mendapatkan contoh baik di level mikro keluarga," kata Sri.

Kendati begitu, banyak perempuan yang sukses dipuncak tapi merasa kesepian. Hal itu disebabkan adanya pengecualian bagi kaum perempuan.

"Karena memang baru pertama kali, baru pertama kali ada presiden perempuan, baru pertama kali menteri keuangan perempuan, baru pertama kali ada ketua DPR perempuan, jadi banyak yang baru-baru," jelasnya.

Menurutnya, perempuan sendirilah yang membuat atap kaca atau batasan. Karena merasa banyak sekali halangan yang diciptakan, sering karena kontruksi sosial, kontruksi agama, konstruksi keluarga, yang menyebabkan perempuan secara konstitusional diberikan kesamaan kesempatan, namun pada saat didik akan berbeda hasilnya.

"Banyak yang memperlakukan anak-anak perempuan by desain, entah itu kontruksi dari bapaknya yang paternalistik atau ibunya yang menempatkan perempuan sebagai "konco winking" (istilah Jawa artinya perempuan di belakang Laki-laki)," jelasnya.

Jadi menurut dia, terkait masalah kepercayaan diri perempuan, bisa dihasilkan kombinasi dari keluarga yang memang tidak diberikan kesempatan yang sama, atau tidak pernah sedikitpun muncul keraguan bahwa perempuan beda dengan laki-laki.

"Itu adalah pondasi awal, kalau dari keluarga dari kecil kita diperlakukan bahwa kamu itu berbeda, dalam artian lebih inverior itu kita sudah menyimpan beban besar kepada anak-anak," pungkasnya.