Sukses

Kepolisian Tangkap 2 Bos Fintech Ilegal Warga China

Kasus ini terungkap setelah adanya pelaporan dari warga berinisial MI ke Polres Jakarta Utara.

Liputan6.com, Jakarta Polres Jakarta Utara menangkap dua warga negara asal China yang diduga otak dari pinjaman online ilegal (Financial technology/fintech) PT Baraccuda Fintech Indonesia. Mereka adalah Feng Qian alias OL sebagai Direktur Utama dan Dian Xiao Liang alias TD sebagai wakil direktur.

Dua WNA ini sudah masuk daftar pencarian orang sejak polisi melakukan penggeledahan di sebuah ruko kawasan Pluit Village, Penjaringan Jakarta Utara 20 Desember lalu.

Pada 23 Desember, tiga tersangka sudah ditangkap karena diduga melakukan pemerasan dan pengancaman melalui media elektronik. Tiga tersangka itu yakni WN China Li, AR dan DS warga negara Indonesia.

OL dan TD ditemukan berada di Batam Center yang merupakan pelabuhan untuk menyebrang menuju Singapura. Polisi mensinyalir dua tersangka hendak menyeberang ke Singapura.

"Penangkapan DPO PT BR di daerah Batam Center," kata Kapolres Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi di Kantor Polres Jakarta Utara, Jumat (27/12/2019).

Kasus ini terungkap setelah adanya pelaporan dari warga berinisial MI ke Polres Jakarta Utara. Dalam laporannya, MI mengaku mendapatkan ancaman dan pemerasan oleh debt collector dari aplikasi pinjaman online Dompet Kartu.

Saat melakukan penagihan, para penagih utang kerap memberikan ancaman kepada IM, keluarga dan kerabatnya. Mereka juga melakukan pencemaran nama baik dan melakukan fitnah.

Dompet Kartu merupakan salah satu aplikasi pinjaman online dibawah PT Baraccuda Fintech Indonesia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan video di bawah ini:

2 dari 2 halaman

13 Kali Ganti Nama

Sejak tahun 2018 perusahaan ini sudah 13 kali berganti nama aplikasi. Sebelas diantaranya sudah ditutup.

Beberapa aplikasi yang sudah ditutup yakni Gagahijau, Uangberes, hingga Dompetkartu. Sementara dua aplikasi yang masih aktif yakni Kascash dan Tokotunai.

Budhi menuturkan, korban fintech ilegal ini rata-rata masyarakat menengah ke bawah yang membutuhkan uang tunai. Hal ini bisa terlihat dari jumlah uang yang dipinjamkan kisaran Rp 500 ribu sampai Rp 2,5 juta. "Korbannya rata-rata masyarakat kelas bawah," kata Budhi.

Dalam kasus ini para tersangka diancam Undang-Undang Nomor 19 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 368 juncto Pasal 310 juncto Pasal Kitab Hukum Undang-undang Pidana, serta Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Polisi juga akan mempertimbangkan mereka akan terjerat UU no 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.