Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan di pekan pertama 2020.
Mengutip Bloomberg, Jumat (3/1/2020), rupiah dibuka di angka 13,885 per dolar AS, menguat tipis dibandingkan penutupan perdagangan kemarin yang ada di angka 13,893 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.882 per dolar AS hingga 13.910 per dolar AS. Hingga pukul 10.22 WIB, rupiah bertengger di 13.910 per dolar AS.
Advertisement
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.899 per dolar AS, melemah jika dibandingkan penutupan perdagangan 2 Januari 2020 yang ada di angka 13.895 per dolar AS.
Menurut Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi, nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada akhir pekan berpeluang kembali menguat setelah terkoreksi di perdagangan awal tahun.
Baca Juga
"Hari ini rupiah kemungkinan akan kembali menguat," kata dia dikutip dari Antara, Jumat (3/1/2020).
Dari eksternal, Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah menyatakan akan menandatangani kesepakatan perdagangan fase pertama dengan China pada 15 Januari 2020. Trump menyatakan seremoni penandatanganan kesepakatan tersebut akan dilakukan di Gedung Putih.
Setelah penandatangan, Trump berencana akan melakukan kunjungan ke China untuk melanjutkan pembicaraan mengenai kesepakatan fase kedua.
Kendati demikian, sejauh ini China belum memberikan konfirmasi mengenai tanggal tersebut dan belum merilis pernyataan apa pun tentang penandatanganan tersebut.
Dari domestik, inflasi secara keseluruhan pada akhir tahun 2019 tercatat 2,72 persen, lebih rendah dari 2018 yang mencapai 3,13 persen.
Ibrahim memperkirakan rupiah pada hari ini akan bergerak di kisaran Rp13.863 per dolar AS hingga Rp13.910 per dolar AS.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Chatib Basri Prediksi Rupiah Stabil di 2020
Mantan Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Muhammad Chatib Basri memprediksi rupiah akan stabil di tahun 2020. Namun di tahun selanjutnya, rupiah akan mengalami gejolak.
Chatib menjelaskan hal itu karena The Fed atau bank sentral Amerika Serikat (AS) yang dipastikan akan kembali mengerek suku bunga acuannya di 2021.
Dia mengungkapkan hal itu itu berdasarkan hasil survei dari anggota rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang menyebut jika tingkat suku bunga The Fed masih akan datar (flat) pada 2019-2020. Namun, pada 2021-2022 hasil survei menunjukkan bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuannya di 2021.
"Berarti rupiah akan stabil di 2019-2020 dan bahwa mungkin rupiah akan bergejolak di 2021-2022," kata dia, di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (10/12).
Hal itu, kata dia, otomatis akan menggoyang kebijakan di emerging market atau negara berkembang termasuk Indonesia. Sebab saat The Fed menurunkan suku bunga acuannya, arus modal akan mengalir ke emerging market. Namun ketika mereka menaikkan suku bunga acuannya maka modal tersebut akan keluar dari emerging market dan beramai-ramai masuk ke AS.
"Jika itu kondisi yang ada maka mungkin kita akan punya gambaran rupiah yang relatif stabil di tahun ini dan tahun depan sekitar Rp14.500 atau dalam rentang dalam asumsi pemerintah," jelasnya.
Advertisement