Sukses

Harga Cabai dan Bawang Diprediksi Naik Pasca Banjir di Jabodetabek

Cabai dan bawang beresiko tidak bisa dijual lagi jika sudah terendam banjir.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri mengatakan, pasca banjir melanda Jabodetabek, harga komoditas cabai dan bawang diperkirakan naik. Sebab cabai dan bawang beresiko tidak bisa dijual lagi jika sudah terendam banjir.

"Dua komoditas yang rawan terdampak kenaikan harga yaitu aneka jenis cabai dan bawang," kata Abdullah kepada merdeka.com di Jakarta, Sabtu, (4/1).

Kalau pun tidak terendam banjir, cabai dan bawang rawan busuk bila tak terjual. Akhirnya pedagang pun mengalami kerugian.

Tak hanya itu, banjir dan longsor yang terjadi di beberapa wilayah juga menyebabkan stok persediaan cabai dan bawang berkurang. Tentu saja hal ini membuat harga dua komoditas ini jadi merangkak naik.

Abdullah mengaku saat ini pihaknya sedang melakukan pendalaman terhadap pergerakan harga cabai dan bawang. "Asumsi kami itu yang harganya naik," ujarnya.

Sebelumnya, memasuki musim penghujan, harga cabai rawit merah di Pasar Minggu mengalami lonjakan harga, dengan kisaran harga mencapai Rp 65.000 per Kilogram (Kg). Kenaikan harga juga diakibatkan oleh cabai yang cepat membusuk.

Salah satu pedagang sayuran di Pasar Minggu, Suwarti mengatakan, dampak dari kenaikan harga cabai merah karena lonjakan harga di Pasar Induk Kramat Jati. Selain itu, hujan lebat juga membuat cabai cepat busuk.

"Kalau busuk, orang (seringnya) tidak jadi beli. Sehingga dibuang," ujar Suwarti kepada Merdeka.com, Pasar Minggu, Jakarta, Jumat (3/1).

Selain itu, cabai merah juga mengalami kenaikan harga, berkisar Rp 55.000 per Kg. Sedangkan, rawit hijau juga mengalami lonjakan, dengan kisaran Rp45.000 per Kg.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Imbas Banjir, 73 Pasar di Jabodetabek Rugi hingga Rp 350 Miliar

Sebanyak 73 pasar tradisional di Jabodetabek terdampak banjir beberapa hari lalu. Diperkirakan pedagang mengalami kerugian mencapai Rp 350 miliar.

Hal itu diungkapkan Ketua Umum IKAPPI Abdullah Mansuri saat dihubungi merdeka.com. Jumlah tersebut kata dia merupakan taksiran dari perputaran uang yang ada di pasar tradisional selama 3 hari berturut-turut sejak 1-3 Januari 2020.

"Kurang lebih kerugiannya Rp 350 miliar selama 3 hari," kata Abdullah Mansuri kepada merdeka.com, Sabtu (4/1).

Akibat banjir, Abdullah memperkirakan ada 17 ribu pedagang yang terdampak baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung kata dia disebabkan pedagang yang tidak bisa berdagang lantaran pasarnya terendam banjir.

Lalu ada juga yang aset hilang sebagian atau semuanya. Asetnya bisa jadi rusak hingga tidak bisa dipakai lagi. Termasuk lapaknya bocor, rusak dan kios berantakan.   

Sementara dampak tidak langsung yakni pedagang yang jadi korban banjir sehingga tidak bisa berdagang. Atau, lanjut dia akses pedagang menuju pasar terputus karena terkepung banjir.

Begitu juga dengan pengunjung pasar alias pembeli. Mereka juga bagian dari dampak tidak lansung. Pengunjung tidak bisa ke pasar karena aksesnya terputus atau jadi korban banjir.

"Artinya perputaran uang di pasar berhenti," kata Abdullah.

Sebagian pedagang masih ada ada yang bisa berjualan dari aset yang bisa diselamatkan. Namun jumlahnya tidak banyak. Mereka berjualan di sekitar pasar.

Dari 73 pasar tradisional ada dua pasar tradisional yang lumpuh total, yaitu Pasar Kemayoran di Jakarta Pusat dan Pasar Cikeas di Bogor-Jawa Barat.