Liputan6.com, Jakarta Pengusaha berharap memanasnya kondisi Iran dengan Amerika Serikat (AS) tidak menimbulkan perperangan. Pasalnya, akan berdampak pada kenaikan harga minyak dunia.
Ketua Dewan Pertimbangan Apindo Sofjan Wanandi mengatakan, jika perang Iran dan AS pecah akan mendongkrak harga minyak dunia.
Advertisement
Baca Juga
Hal ini tentunya akan berdampak memberatkan Indonesia yang masih mengandalkan impor minyak. Sebab itu, dia berharap konflik di Timur Tengah tersebut segera mereda.
"Oh iya pasti ini akan terjadi, cuma saya harapkan, jangan perang betul, kalau perang betul kita juga susah," kata Sofjan, di Gedung BPPT, Jakarta, Selasa (7/1/2020).
Sofjan melanjutkan, Indonesia masih ketergantungan impor minyak, sebab produksi minyak dalam negeri tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi.
"Cadangan kan sedikit, rugi kita jangan perang, kalau dia perang kita celaka," ujarnya.
Menurut Sofjan, jika harga minyak naik akan membuat subsidi bengkak sehingga memberatkan keuangan negara. Pasalnya, sebagian besar bahan bakar Indonesia masih disubsidi pemerintah.
"Subsidi kita, kita punya harga minyak kalau naik kan kita impor minyak banyak sekali," tandasnya.
Saksikan video di bawah ini:
AS-Iran Memanas, Sri Mulyani Siapkan Strategi Bertahan
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengaku akan memantau terus dampak dari ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran.
Sebab, kondisi lingkungan global selalu menjadi pertimbangan pemerintah dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
"Jadi kita selalu menjaga APBN, ya kita lakukan saja, kita akan membuat skenario. Sama seperti waktu 2018 itu juga ada gejolak yang cukup tinggi, tahun 2019 juga gejolak tinggi. Kita akan jaga," kata dia, di kantornya, Jakarta, Selasa (7/1/2020).
Baca Juga
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan gesekan kedua negara tersebut memang berimbas kepada harga minyak dunia yang meningkat.
Namun, pihaknya akan melihat sejauh mana pergerakan tersebut mengingat target lifting minyak di 2020 diperkirakan sebesar USD 65 per barel.
"Kita akan lihat terus, ini kan Januari baru tujuh hari, kita akan lihat bagaimana pergerakannya. Nanti dampaknya ke APBN kan tentu dipengaruhi variabel-variabel lain, seperti kurs kita bagaimana, kemudian lifting kita nanti seperti apa. Itu semuanya yang kita perhatikan terus," jelas dia.
Advertisement