Sukses

Jika AS dan Iran Perang, Indonesia Bakal Celaka

Harga minyak naik signifkan tentunya akan berdampak pada pembentukan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan tarif listrik.

Liputan6.com, Jakarta - Memanasnya hubungan Iran dan Amerika Serikat (AS) pasca meninggalnya Jenderal‎ Qosem Soleimani akibat serangan militer pesawat tanpa awak (drone) memicu kenaikan harga minyak dunia.

Direktur Eksekutif Core Indonesia mengatakan, ‎kenaikan harga minyak dunia akan berdampak pada negara importir minyak, salah satunya Indonesia. 

"Yang jelas dampaknya terhadap kenaikan harga minyak dunia akan menekan negara-negara net importir minyak seperti Indonesia‎," kata Faisal, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Rabu. (8/1/2020).

Menurut Faisal, jika harga minyak ‎naik signifkan tentunya akan berdampak pada pembentukan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan tarif listrik yang juga mengalami kenaikan.

‎"Khususnya kenaikan BBM dan tarif listrik akan semakin membebani pelaku usaha dan rumah tangga‎," ujarnya.

Ketua Dewan Pertimbangan Apindo Sofjan Wanandi mengungkapkan, jika perang Iran dan AS pecah akan mendongkrak harga minyak dunia. Hal ini tentunya akan berdampak memberatkan Indonesia yang masih mengandalkan impor minyak.

Sebab itu, dia berharap konflik di Timur Tengah tersebut segera mereda. "Oh iya pasti ini akan terjadi, cuma saya harapkan, jangan perang betul, kalau perang betul kita juga susah," tuturnya.

Sofjan melanjutkan, Indonesia masih ketergantungan impor minyak, sebab produksi minyak dalam negeri tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. "Cadangan kan sedikit, rugi kita jangan perang, kalau dia perang kita celaka," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Menko Luhut: Kita Jangan Terlalu Heboh dengan Konflik AS-Iran

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan menanggapi santai terkait isu ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran. Menurutnya, pertikaian kedua negara tersebut tak perlu dibesar-besarkan meskipun akan berdampak kepada negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

"Jangan kita terlalu heboh yang berlebihan," katanya saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Rabu (8/1).

Luhut mengakui, dampak terbesar memanasnya hubungan ke dua negara akan berimbas terhadap melonjaknya harga minyak dunia. Kendati begitu, baginya itu merupakan hal yang biasa-biasa saja.

"Pasti naik (harga minya) ya. Tidak apa-apa semua itu kan hidup pasti ada naik turun," tandasnya.

Seperti diketahui, Harga minyak melonjak lebih dari 4 persen pada Selasa (7/1) malam, setelah pejabat Pentagon mengatakan Iran melakukan penyerangan ke ke pangkalan udara Irak Al Asad Rabu (8/1) pagi. Pangkalan Udara itu menampung pasukan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat (AS).

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS melonjak hingga USD 2,85 atau 4,5 persen ke posisi USD 65,65. Harga ini merupakan level tertinggi sejak April, sebelum menarik kembali ke USD 64,11. Benchmark internasional, minyak mentah Brent naik lebih dari 4 persen ke sesi tertinggi USD 71,75 per barel, tertinggi sejak September, sebelum mundur kembali ke USD 69,86.

"Saya pikir para pedagang sepenuhnya mengantisipasi pembalasan, tetapi tidak pada pasukan AS, yang menyebabkan para pedagang takut langkah selanjutnya oleh AS mungkin merupakan serangan balik ke Iran, yang dapat membuka kaleng cacing lain," kata kata direktur pelaksana Tudor, Pickering, Holt & Co. Michael Bradley, dilansir CNBC, Rabu (8/1).