Sukses

Jaga Kelestarian Lingkungan, Perkebunan Sawit Terapkan Prinsip Keberlanjutan

Musim Mas menjadi yang perusahaan sawit pertama di Indonesia yang bergabung dengan RSPO pada 2004.

Liputan6.com, Jakarta - Musim Mas berkomitmen untuk menerapkan prinsip keberlanjutan yang mengikuti serangkaian standar lingkungan dan sosial melaui penerapan standar sertifikat berkelanjutan seperti ISPO, RSPO, ISCC dan juga POIG.

General Manager of Musim Mas Togar Sitanggang menyatakan, dalam aspek sustainability, Musim Mas menjadi yang terdepan di sektor industri sawit. Ini terbukti, Musim Mas menjadi yang perusahaan sawit pertama di Indonesia yang bergabung dengan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) pada 2004.

Selanjutnya tahun 2009, Musim Mas menjadi perkebunan pertama di Indonesia yang meraih sertifikat RSPO. Kemudian, pada Oktober 2019, Musim Mas menjadi perusahaan pertama di dunia yang berhasil diaudit berdasarkan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) Principles and Criteria (P&C) 2018.

Sementara itu pada 2012, perkebunan sawit Musim Mas menjadi yang pertama Bersertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

Pada 2020, dijelaskan Togar, bahwa penghargaan Proper telah menjadi salah satu target penting dalam operasional Grup Musim Mas sebagai bentuk wujud komitmen terhadap Kebijakan Keberlanjutan.

"Kami selanjutnya tetap berkomitmen menjalankan operasional perusahaan dengan selalu berpedoman pada prinsip keberlanjutan lingkungan dan bertanggung jawab secara sosial," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (9/1/2020).

Buah dari komitmen tersebut, Musim Mas meraih 12 Proper Hijau dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Menurut Togar, Penghargaan Proper sejalan dengan komitmen keberlanjutan Musim Mas untuk memberikan manfaat kepada masyarakat, mempromosikan dampak lingkungan yang positif dan sepenuhnya mematuhi peraturan lokal maupun internasional.

Ia menambahkan Musim Mas mempublikasikan Kebijakan Keberlanjutan pada 2014, telah banyak mengalami kemajuan, dan sejalan dengan dinamika dan pembaruan industri.

"Proper merupakan kesempatan bagi perusahaan untuk menunjukkan kerja kerasnya dalam praktek pengelolaan dan kepedulian terhadap lingkungan," ungkap dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Jokowi Percepat Replanting 500 Ribu Ha Kebun Sawit dalam 3 Tahun

Presiden Joko Widodo meminta agar mempercepat replanting kebun kelapa sawit. Pemerintah kata dia akan menargetkan 500 ribu hektare (ha) dalam 3 tahun ke depan.

"Karena dana sawit kita besar. Terakhir 20-an triliun, yang akan kita pakai untuk replanting peremajaan kebun sawit milik petani. Target kita, 500 ribu hektare dalam 3 tahun ke depan untuk peremajaan sawit," kata Jokowi di SPBU M.T Haryono, Jakarta Selatan, Senin (23/12).

Dia menjelaskan peremajaan kebun sawit di Indonesia susah berjalan 2 tahun. Sebab itu dia berharap proses moratorium lahan sawit akan mencapai target yang diharapkan.

"Negara lain bisa kok mencapai 7-8 ton, kenapa kita tidak? Karena penggunaan bibit sawit yang berkualitas baik. Ini proses yang sudah kita kerjakan dalam 2 tahun ini meremajakan kebun2 sawit rakyat. Ini akan kita teruskan," ungkap Jokowi.

Pemerintah juga akan menyiapkan skema khusus untuk pembiayaan replanting kebun kelapa sawit melalui platform Kredit Usaha Rakyat (KUR). Nantinya, penyaluran KUR tersebut akan ditargetkan untuk 500 ribu hektare (ha).  

"Kami kembangkan KUR berbasis replanting sawit untuk 500 ribu ha," kata Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, di Kantornya, Jakarta, Kamis (19/12).

Selain untuk replanting sawit, pemerintah juga akan menyiapkan skema KUR untuk replanting karet. Hanya saja, pihaknya mengaku masih ingin menggodok skema pembiayaan untuk KUR sawit sebelum pada akhirnya masuk ke karet.

"Kami akan bicarakan lebih lanjut dengan Perbankan ,dan Kementerian Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah kami kembangkan action plan," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, mengatakan pembiayaan KUR untuk program replanting sawit memang diperlukan. Sebab, bantuan pendanaan yang diberikan oleh Badan Pengelola Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar Rp 25 juta per hektare belum cukup.

Reporter: Intan Umbari Prihatin

Sumber: Merdeka.com