Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data perkembangan ekspor dan impor Indonesia per Desember 2019, Rabu (15/1/2020). Tercatat, dari nilai ekspor sebesar USD 14,47 miliar dan nilai impor sebesar USD 14,50 miliar, Indonesia masih defisit neraca dagang sebesar USD 30 juta per Desember 2019.
Kepala BPS Suhariyanto menyatakan, defisit neraca dagang Indonesia per Desember 2019 mengalami penurunan tipis dibanding November 2019.
"Dapat di lihat impor turun 5,47 persen, terdapat penurunan impor baik untuk migas maupun non migas," papar Suhariyanto dalam gelaran konferensi pers.
Advertisement
Baca Juga
Sementara selama 2019, Indonesia masih punya defisit neraca perdagangan sebesar USD 3,2 miliar, berdasarkan nilai ekspor sepanjang 2019 sebesar USD 167,53 miliar dan impor sepanjang 2019 sebesar USD 178,72 miliar.
"Ini lebih baik daripada tahun lalu yang defisitnya mencapai USD 8,6 miliar," ujar Suhariyanto.
Neraca dagang ini masih surplus ke Amerika Serikat, Belanda serta India sementara defisit ke Australia, China dan Thailand.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Industri Makanan dan Minuman Jadi Andalan Tekan Defisit Neraca Dagang
Industri makanan dan minuman (mamin) terus menunjukkan daya saingnya. Hal tersebut dibuktikan dengan capaian ekspor sektor yang menjadi prioritas dalam peta jalan Making Indonesia 4.0 tersebut, yang menyentuh angka USD 20 miliar hingga September 2019.
Sektor mamin juga berkontribusi lebih dari sepertiga (36,49 persen) dari total Produk Domestik Bruto (PDB) industri pengolahan non-migas hingga triwulan III tahun 2019.
“Bila melihat data, ekspor industri mamin saat ini cukup besar, dan ekspornya juga nomor satu. Angka ekspor mamin hingga September 2019 hampir mencapai USD 20 miliar,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Achmad Sigit Dwiwahjono, dalam keterangan tertulis, Senin (25/11).
Sigit mengungkapkan, industri makanan dan minuman menjadi salah satu prioritas dalam Making Indonesia 4.0 karena secara terus-menerus selalu tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi, seperti pada triwulan III Tahun 2019 yang mencapai 7,72 persen, sementara ekonomi tumbuh 5,04 persen.
"Dengan sedikit dorongan, pertumbuhan ekonomi kita dapat lebih bagus lagi, karena 55 persen dari struktur ekonomi kita didukung oleh konsumsi dalam negeri, sehingga kita masih punya kesempatan lebih besar lagi,” terangnya.
Advertisement
Mi Instan Indonesia Paling Digemari
Menurut Sigit, saat ini produk mamin yang diproduksi di Tanah Air banyak digemari di beberapa negara lain. Misalnya mi instan yang sangat digemari di negara-negara Afrika.
Sehingga, untuk meningkatkan ekspor sektor mamin, pemerintah terus menjajaki pasar Amerika Serikat, Jepang, Eropa, serta pasar-pasar nontradisional.
Upaya mendorong pertumbuhan sektor itu antara lain dengan aktif menciptakan iklim investasi yang kondusif. Sampai dengan triwulan III tahun 2019, realisasi investasi untuk sektor mamin mencapai Rp 25,81 triliun untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan USD 984,26 juta untuk Penanaman Modal Asing (PMA).
Pemerintah juga terus mendorong sekaligus memfasilitasi promosi produk industri mamin, salah satunya melalui pameran industri di luar negeri yang dinilai bisa menjadi wahana pendorong bagi para pengusaha di bidang industri mamin untuk memperkenalkan produk, kualitas dan citra merek serta memperoleh berbagai masukan serta keinginan dari pelanggannya.
“Upaya tersebut diharapkan mampu memperluas jangkauan ekspor produk mamin yang diproduksi di Tanah Air,” ungkap Sigit.
Aspek teknologi dan inovasi, termasuk pula standar dan pengemasan merupakan faktor krusial dalam industri mamin. Untuk melindungi pasar dalam negeri, proteksi yang dilakukan termasuk penerapan berbagai regulasi yang harus dipenuhi juga oleh produk-produk impor.
Hal ini agar industri mamin Tanah Air dapat mendominasi pasar dalam negeri dan mampu berkontribusi dalam menekan defisit neraca perdagangan.