Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menghadiri acara rapat kerja bersama Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Rapat ini salah satunya membahas mengenai pembiayaan selisih biaya kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) Kelas III.
Sebelum rapat dibuka, Menteri Terawan banyak mendapat interupsi. Salah satunya dari Anggota Komisi IX DPR dari Partai Golkar, Yahya Zaini. Yahya menganggap pemerintah tak mampu mencarikan solusi kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III yang beberapa waktu lalu disepakati tidak naik.
"Sikap pemerintah tetap menaikkan iuran BPJS Kesehatan kelas III sejak 1 Januari. Sejak awal memastikan mau mencari solusi tapi solusi tak bisa dijalankan. Jangan berbaik-baik di komisi IX tapi solusi belum bisa dijalankan. Solusi yang disampaikan beberapa waktu lalu juga belum dikoordinasikan antar kementerian dalam hal ini Kemenkeu," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (20/1).
Advertisement
Yahya mengusulkan apabila Menteri Terawan tak mampu mencari solusi kenaikan iuran BPJS maka sebaiknya dibentuk rapat gabungan. "Kalau begini cara kerja kita maka tidak ada jalan keluar. Menurut saya kalau tidak selesaikan di kementerian kita angkat ke atas rapat gabungan. Karena Pak Menteri tidak mampu memberikan soluasi," paparnya.
Baca Juga
Selain Yahya, Menteri Terawan juga mendapat protes dari Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDIP Abidin Fikri. Dia mengatakan, jika sudah tak ada solusi dari kementerian maka tak ada jalan lain Presiden Jokowi harus turun tangan menyelesaikan masalah BPJS Kesehatan.
"Saya menganut paham, politik tak ada jalan buntu selalu ada jalan keluar. Masih ada jalan. Jalannya apa? sebenarnya masih ada jalan ke Presiden langsung. Tentu bagaimana caranya sampai ke Presiden satu melalui ratas atau rapat kabinet yang dalam hal ini Pak Menteri harus dan akan menyampaikan itu," katanya.
Selain meminta melibatkan Presiden Jokowi secara langsung, Abidin juga meminta BPJS Kesehatan tidak mendramatisir kenaikan iuran. Dia meminta semua pihak mengamati kinerja BPJS Kesehatan agar menemukan akar permasalahan kenaikan iuran.
"Masalah keuangan di BPJS harus ada penyelesaian juga. Jadi dramatisasinya rakyat selalu mempertanyakan iuran sekian padahal Direksinya gajinya sekian. Sebenarnya kerja yang mandiri adalah otomatis seperti PBI, TNI, Polri, PNS pusat itu sudah otomatis peserta kesehatan. Saya kira kinerja dari BPJS kesehatan pun menjadi catatan," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah Putuskan Iuran BPJS Kesehatan Tetap Naik
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan, Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy bersama dengan menteri-menteri lain di bawah pimpinannya, memutuskan untuk tetap memberlakukan kenaikan tarif BPJS Kesehatan sesuai dengan Perpres Nomor 75 Tahun 2019.
Muhadjir menyatakan, tidak ada lagi penyesuaian mengenai tarif BPJS kesehatan. Ke depan, masyarakat harus membayar penuh iuran yang naik per 1 Januari 2020 kemarin.
"Kami memandang perlu kebijakan BPJS dibahas tuntas agar mendapatkan titik temu. Jadi sesuai kesepakatan di rapat, Perpres 75/2019 tetap berlaku," ungkapnya di Gedung Kemenko PMK, Senin (6/1/2020).
Di saat yang sama, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mematuhi keputusan pemerintah dalam menaikkan iuran ini. Tentu, dalam pelaksanaannya banyak masyarakat yang merasa keberatan dan memutuskan turun kelas.
Oleh karenanya, Fahmi menyatakan bahwa pihaknya membuka kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat yang ingin turun kelas.
"Kami buka kesempatan untuk turun kelas seluas-luasnya. Pelayanan tidak akan berubah walaupun turun kelas," ujar Fahmi.
Lebih lanjut, bagi penerima manfaat kelas III, BPJS Kesehatan bersama Kementerian Sosial akan melakukan pendataan akurat apakah penerima manfaat memang tidak mampu membayar atau tidak mau membayar.
"Yang tidak mampu akan kita data. Kan ada yang memang tidak mampu, ada yang tidak mau. Jika kurang mampu akan diusulkan masuk ke golongan PBI (penerima bantuan iuran)," ujarnya.
Advertisement
BPJS Kesehatan Diprediksi Terus Defisit Imbas Perpindahan Kelas
Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad menilai perlu adanya perubahan direksi baru di tubuh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Mengingat, selama 5 tahun ke belakang, BPJS Kesehatan belum mampu menunjukan catatan positif, melainkan masalah defisit yang terjadi secara terus menerus.
"Kalau dari sisi keuangan saja defisit berarti ada masalah dalam strategi tata kelola keuangan. Menurut saya akan lebih baik apabila ada wajah-wajah baru menawarkan strategi baru untuk mengurangi masalah defisit ini," kata dia dalam sebuah diskusi yang digelar di Kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (17/11/2019).
Dia menekankan sebaiknya BPJS Kesehatan tidak bergantung kepada keputusan menteri keuangan saja. Sebab, di dalam internal sendiri sebetulnya bisa melakukan perubahan secara inisiatif.
"Dia harus berkoordinasi dengan Kemenkes untuk menyelesaikan masalahnya," imbuh dia.
Dari perkiraannya, defisit di tubuh perusahaan akan terus terjadi di 2020 bahkan 2021. Indikasinya, pertama adalah ada shifting atau perpindahan dari golongan I ke golongan II, kemudian golongan II ke III.
"Karena shifting itu artinya perkiraan penerimaan dari pendapatan golongan I ke II akan lebih rendah dari yang diperkiraan awal," kata dia.
Otomatis adanya perpindahan kelas tersebut maka target pendapatan akan jadi turun. Sementara bebannya cenderung tetap dan meningkat sehingga masih akan defisit
"Kedua, masalah tadi itu gak akan selesai dalam waktu 1 tahun. Ada masalah suplay yang tidak selesai dalam 1-2 tahun dan beban biayanya besar, sehingga defisit masih terjadi," tandas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com