Liputan6.com, Jakarta - Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan angka proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk Indonesia dan Thailand. Hal ini dilakukan lantaran kinerja ekspor melambat sehingga berpengaruh terhadap permintaan domestik.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir mengakui, besaran ekspor Indonesia tahun lalu negatif. Hal ini dipicu kondisi ekonomi global yang tak menentu.
Baca Juga
Meski begitu, dia menyebut Indonesia termasuk negara yang mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi dengan baik. Sebab penurunan yang terjadi tak sampai 1 persen.
Advertisement
"Kalau kita kan hanya turun nol koma sekian saja," kata Iskandar di Komplek Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (21/1/2020).
Iskandar merincikan, pada kuartal pertama 2019, pertumbuhan ekonomi Indonesia diangka 5,07 persen. Lalu turun di kuartal kedua jadi 5,05 persen. Kemudian kembali turun pada kuartal ketiga menjadi 5,02 persen.
Jika dibandingkan dengan India, kata Iskandar, penurunan pertumbuhan ekonomi cukup merosot. Pada tahun 2018 tercatat pertumbuhan ekonomi diangka 8,13 di quartal kuartal I.
Kemudian merosot di kuartal IÂ 2019 dengan pertumbuhan ekonomi diangka 5,83 persen. Lalu turun lagi diangka 5,01 persen pada kuartal II. Penurunan kembali terjadi di kuartal III hingga 4,55 persen.
Iskandar melanjutkan, Indonesia mampu menjaga pertumbuhan ekonomi menjadi relatif stabil lantaran mampu mempertahankan daya beli konsumsi. Sehingga meski direvisi oleh IMF, Indonesia tetap menjadi salah satu negara kuat yang mampu menghadapi situasi ekonomi global yang tidak menentu.
"Jadi walaupun ada revisi pertumbuhan IMF tapi (Indonesia) lebih kuat dari negara lain," ujar Iskandar.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Negara Lain Seperti Indonesia
Dia melanjutkan, pihaknya telah melakukan penelitian jumlah ekspor di 120 negara. Hasilnya 76 persen negara tersebut pertumbuhan ekspornya negatif. Maka tak heran pertumbuhan ekonomi dunia juga ikut menurun.
Negara-negara yang bisa bertahan kata Iskandar adalah mereka yang memiliki domestik demain besar. Salah satunya Indonesia.
Selain Indonesia, di tengah gempuran konflik, China mampu mempertahankan pertumbuhan ekonominya pada 2019. Pada kuartal I tercatat pertumbuhan ekonominya diangka 6,40 persen. Lalu pada kuartal II turun 6,20 persen dan kembali turun pada kuartal III menjadi 6,00 persen.
"Karena dia (China) bisa memberdayakan permintaan domestiknya," ujar Iskandar.
IMF melaporkan, dalam proyeksi perekonomian terbarunya menyatakan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN 5 yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam akan cenderung terjaga tahun ini.
Setelah sebelumnya pada 2019 melambat di kisaran 4,7 persen. Sementara secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi global tahun ini diproyeksi sebesar 3,3 persen.
Advertisement