Liputan6.com, Jakarta Plt. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Properti Setyo Maharso mengatakan dana alokasi subsidi pemerintah untuk membangun perumahan bagi warga miskin atau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) cenderung menurun. Padahal tahun ini kebutuhan rumah bagi MBR mencapai 260 ribu unit dengan kebutuhan anggaran Rp 29 triliun.
Sementara dana yang dianggarkan APBN 2020 hanya Rp 11 triliun ekuivalen dengan 97.700 unit rumah. Sehingga masih ada kekurangan dana Rp 18 triliun untuk memenuhi permintaan perumahan MBR.
Dana yang yah dikucurkan pemerintah tersebut hanya akan habis di bulan April tahun 2020. Sehingga perlu dipikirkan segera cara memenuhi kekurangan anggaran tersebut. Sebab, jika tidak, maka program rumah bersubsidi akan berakhir di bulan Juni.
Advertisement
Baca Juga
Untuk itu pihaknya memberikan solusi alternatif untuk memenuhi kekurangan yang ada. Pertama dengan pengalihan dari dana bantuan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) dan subsidi bantuan uang muka (SBUM) menjadi mekanisme Subsisdi Selisih Bunga (SSB).
"Pengalihan ini akan menambah bantuan sebesar 128.125 unit," kata Setyo di Menara Kadin, Jakarta Selatan, Kamis (23/1).
Kedua, menggunakan dana pemerintah pusat yang mengendap di APBD pemerintah daerah. Setyo menyebut dana pemerintah pusat yang mengendap di rekening Pemda mencapai Rp 186 triliun. Jika dana tersebut ditarik 10 persen, maka akan ada tambahan Rp 1,86 triliun untuk menutupi kekurangannya.
Ini bisa dilakukan karena pemerintah daerah juga berkewajiban untuk menyediakan perumahan bagi warganya. Sebagaimana tercantum dalam UU No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman bahwa rumah umum mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan dari pemerintah dan pemerintah daerah.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Usul Ketiga dan Keempat
Ketiga, mengoptimalkan peranan BPJS TK dan SMF untuk perumahan yang perlu didorong, karena selama ini porsi penyalurannya yang masih sedikit. Untuk BPJS TK, perluada titik temu di Kemenaker dalam rangka meningkatkan bunga optimal antara bank dan BPJS TK. Tujuannya agar nanti dengan perbankan dan peserta bisa optimal dalam penyaluran perumahan pekerja.
Sementara SMF dapat ditingkatkan peranannya secara Iebih besar untuk pembiayaan perumahan rakyat. Perlu ditingkatkan fleksibilitas SMF dalam mendapatkan dan menyalurkan pendanaan.
Keempat, bisa menggunakan alokasi dana subsidi LPG yang belajar dianggap tidak tepat sasaran. Saat ini kata Setyo, anggaran untuk rumah subsidi sudah semakin ketat. Program yang mengacu kepada APBN pun masih akan sulit untuk mendapatkan alokasi dana tambahan.
"Kita harapkan semua pihak mulai dari pemerintah dan DPR bisa mendukung realisasi program perumahan untuk rakyat melalui optimalisasi kebijakan fiskal," kata Setyo.
Empat alternatif subsitusi tersebut merupakan kesimpulan dari hasil koordinasi antara Kadin Properti dengan beberapa stakeholder terkait.
Mereka adalah Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), PPDPP (Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan), SMF (Sarana Multigriya Finansial), BPJS TK (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja), Tapera (T abungan Perumahan Rakyat) dan BTN (Bank Tabungan Negara).
Selain itu juga asosiasi perumahan seperti REI (Real Estate Indonesia), Himppera (Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat) dan PI (Pengembang Indonesia) beberapa waktu lalu di Jakarta.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement