Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) dalam beberapa tahun ini telah memangkas jumlah pupuk bersubsidi. Sebelumnya pupuk subsidi dialokasikan sebanyak 9,55 juta ton, maka tahun 2019 turun menjadi 8,6 juta ton. Tahun 2020 mendatang alokasi turun lagi menjadi 7,9 juta ton.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menilai seharusnya Kementan tidak mengurangi jumlah pupuk subsidi ini. Hal ini bertolak belakang dengan misi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mewujudkan swasembada pangan di Indonesia.
Baca Juga
"Daripada mengurangi subsidi pupuk, Kementan itu lebih baik perbaiki data saja, fokus saja di situ. Menteri Pertanian waktu itu janji akan melakukan perbaikan data dalam waktu 1,5 bulan sejak November, ini bagaimana?," kata dia di Jakarta, Kamis (23/1/2020).
Advertisement
Selama ini, pupuk subsidi sangat mempengaruhi produksi dan kesejahteraan para petani. Apalagi, pupuk subsidi ini banyak digunakan untuk tanaman padi, yang notabene sebagai makanan pokok seluruh masyarakat di Indonesia.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penataan Distribusi Pupuk
Tidak hanya memperbaiki data, Johan juga menyarankan kepada pemerintah menata ulang sistem distribusi pupuk bersubsidi ini. Dia mengaku, saat ini masih banyak kasus penjarahan pupuk subdisi di beberapa daerah.
"Saya katakan distribusi pupuk subsidi saat ini perlu diperbaiki. Dalam hal penyalurannya kurang melakukan pengawasan intensif terhadap pendistribusian pupuk bersubsidi. Selain itu, distribusi dilakukan ke sejumlah daerah dengan kurang lancar dan terkadang tidak tepat waktu," Johan Rosihan.
Mengenai kuota pupuk subsidi, Johan mengaku akan mengusulkan kepada Kementan untuk melakukan penambahan kuota. Jika tidak, dikhawatirkan akan meningkatkan harga pupuk dan mengurangi kesejahteraan petani.
Advertisement
Kuota Tak Ditambah, Harga Pupuk Subsidi Bakal Naik di 2020
 Para petani yang tergabung dalam Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan Nasional (KTNA) memberikan peringatan kepada pemerintah akan adanya kenaikan harga pupuk bersubsidi di 2020. Hal ini dikarenakan pemangkasan jumlah pupuk subsidi sesuai dengan Permentan Nomor 1 Tahun 2020.
KTNA telah menyampaikan bakal ada kekurangan pupuk bersubsidi di 2020 ini ke Komisi IV DPR RI. Hal ini disampaikan melalui surat yang ditandatangani pada 20 Januari 2020.
Pemerintah pada 2020 mengalokasikan pupuk bersubsidi sebesar 7,9 juta ton. Angka ini turun jika dibandingkan total kebutuhan 2019 yang saat itu mencapai 8,8 juta ton.
"Data itu kita kumpulkan dari seluruh Indonesia. Intinya kalau Permentan itu jalan, pupuk subsidi bakal kurang," ungkap Sekjen KTNA M Yadi Sofyan Noor kepada Liputan6.com, Kamis (23/1/2020).
Dalam Permentan tersebut dijelaskan, pupuk bersubsdi meliputi pupuk anorganik dan organik. Pupuk anorganik meliputi Urea, SP-36, ZA dan NPK. Penyaluran pupuk bersubsidi ini akan dilaksanakan oleh PT Pupuk Indonesia yang telah ditunjuk oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Untuk itu, melalui Komisi IV DPR RI, KTNA akan mengusulkan untuk kenaikan alokasi pupuk bersubsidi di 2020. Jika tidak ditambah, KTNA memastikan akan terjadi gejolak di lapangan dan harga pupuk bersubsidi akan naik secara tidak resmi.
"Jika pemerintah kekurangan dana subsidi pupuk maka kami para petani bersedia menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET)," tegas Yadi.
Terkait Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsdi, dalam Permentan No 01 Tahun 2020 ini disebutkan pupuk Urea seharga Rp 1.800, SP-36 seharga Rp 2 ribu, ZA seharga Rp 1.400 dan NPK seharga Rp 2.300. Sementara pupuk NPK Formula Khusus HET seharga Rp 3 ribu dan pupuk organik seharga Rp 500.
"Kalau memang pemerintah mau pangkas subsidi kita minta bertahap lah, jangan terlalu signifikan," pungas dia.