Sukses

Kota Depok Butuh Rp 12 Triliun Bangun Transportasi Berbasis Rel

Depok butuh dana Rp 12 triliun untuk membangun transportasi berbasis rel dengan empat koridor.

Liputan6.com, Jakarta - Wali Kota Depok Mohammad Idris mengatakan dibutuhkan dana Rp 12 triliun untuk membangun transportasi berbasis rel dengan empat koridor di Kota Depok, Jawa Barat.

"Jadi, untuk satu koridor dibutuhkan biaya Rp 3 triliun," kata Idris dikutip dari Antara, Kamis (30/1/2020).

Menurut Idris, dalam studi kelayakan transportasi rel yang disusun oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Depok, akan dibangun empat jalur koridor yang nanti terhubung dengan moda transportasi lainnya.

Keempat koridor tersebut, yakni koridor 1 sepanjang 10,8 km yang dimulai dari Transit Oriented Development (TOD) Pondok Cina sampai Stasiun LRT Cibubur. Koridor 2 sepanjang 16,7 km dari TOD Depok Baru sampai Cinere dan diharapkan dapat terkoneksi dengan Stasiun MRT Lebak Bulus.

Koridor 3 sepanjang 10,7 km mulai dari TOD Depok Baru sampai Bojongsari dan koridor 4 sepanjang 13,8 km mulai dari TOD Depok Baru sampai TOD Gunung Putri.

Idris mengakui biaya ini sangat mahal, sehingga pihaknya akan mengundang investor untuk mengerjakan pembangunan transportasi berbasis rel tersebut. "Ini akan kami jual ke investor," katanya.

Pemerintah Kota (Pemkot) Depok mewacanakan pembangunan transportasi berbasis rel untuk mengurangi kemacetan yang terjadi di kota yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta tersebut.

"Wacana ini ilmiah karena berdasarkan studi kelayakan yang dilakukan oleh para pakar," katanya.

Pemkot Depok katanya hanya mengeluarkan dan mengambil kebijakan kalau memang secara ilmiah bisa dilakukan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Anies Sebut Macet Jakarta karena Moda Transportasi Tak Terintegrasi

Pada 2017, Tromptom Traffic Index menempatkan Jakarta sebagai kota termacet keempat di dunia. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut ini terjadi lantaran sistem moda transportasi di Jakarta belum terintegrasi dengan baik.

Anies menjelaskan, masalah kemacetan di Jakarta karena tidak terintegrasinya pengurusan lalu lintas. Selama ini pengelolaan lalu lintas berjalan masing-masing.

"Selama ini yang terjadi adalah tidak ada pengelolaan jadi satu," kata Anies di Kantor Kementerian BUMN Jakarta, Jumat (10/1/2020).

Anies menerangkan, Pemrov DKI hanya mengelola jalan. Stasiun dikelola PT KAI (Persero). Bus yang lewat jalan kelola PT Transjakarta. Satu lagi, angkutan ojek online dikelola masing-masing perusahaan.

Untuk itu, Pemprov DKI lewat PT MRT Jakarta (Perseroda) bekerja sama dengan Kementerian BUMN lewat PT KAI mendirikan perusahaan patungan bernama PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek. Di perusahaan ini Pemprov DKI memiliki saham sebanyak 51 persen.

Perusahaan baru ini bakal di bawah kendali Pemprov. Alasannya, pengelolaan tata ruang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Sementara tata kelola transportasi bagian dari tata ruang daerah.

Ketika tata transportasi tidak sinkron dengan tata ruang, kaya Anies, maka melahirkan masalah, yakni kemacetan. Maka, tata transportasi dikelola Pemda agar mencerminkan tata ruang.

"Nah sekarang jadi satu, kendalinya ada di Pemprov," kata Anies.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

3 dari 3 halaman

Integrasi Subsidi

Lebih jauh, dengan adanya sistem integrasi ini, bukan hanya megatasi masalah kemacetan. Tetapi juga mengintegrasikan subsidi ya g diberikan pemerintah.

Bila saat ini subsidi diberikan ke tiap moda transportasi, maka diharapkan subsisdi pemerintah masuk dari pintu yang sama. Artinya akan ada kemungkinan penghematan pemberian subsidi.

"Kalau nanti cost terintegrasi dan subsidinya pun terintegrasi, harapannya nanti bisa menghemat subsidi," kata Anies mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com Â