Sukses

Wamendes Bocorkan Ciri-Ciri Anggaran Desa Fiktif

Keberadaan desa fiktif yang sempat mengganggu di akhir tahun 2019 membuat pemerintah rugi. Berikut ciri-ciri desa yang menggunakan anggaran desa dengan tidak efektif dan tidak transparan.

Liputan6.com, Jakarta Pada 2019 lalu, pemerintah diresahkan dengan adanya desa fiktif yang merugikan keuangan negara. Ternyata banyak desa siluman alias desa yang mengajukan dana ke pemerintah tetapi penggunaan dana tersebut tidak seperti yang ada dalam pengajuan. Bahkan juga ditemukan bahwa desa tersebut sebenarnya tidak ada.

Nah, untuk menghindari adanya pembiayaan ke desa fiktif di tahun 2020 ini, Wakil Menteri Desa, Pembangunan daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Budi Arie Setiadi mengajak seluruh masyarakat ikut mengawal penggunaan dana desa.

Budi pun membocorkan acara untuk mengetahui ciri-ciri anggaran desa yang tidak efektif dan tidak transparan. Salah satunya adalah banyak kegiatan terlambat pelaksanaanya dari jadwal, padahal anggarannya sudah tersedia.

"Selain itu juga tidak adanya sosialisasi terkait kegiatan kepada masyarakat," jelas dia seperti dikutip dari keterangan, Jumat (31/1/2020). 

Lengkapnya, berikut ini ciri-ciri penggunaan anggaran desa yang tidak efektif dan tidak transparan:

1. Tidak ada proyek.

2. Laporan Realisasi sama persis dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB).

3. Pengurus Lembaga Desa berasal dari keluarga Kades semua.

4. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Mati Kiri alias pasif atau makan gaji buta.

5. Kepala Desa memegang semua uang, bendahara hanya berfungsi di bank saja.

6. Perangkat Desa yang jujur dan vocal biasanya ‘dipinggirkan’.

7. Banyak kegiatan terlambat pelaksanaanya dari jadwal, padahal anggarannya sudah tersedia.

8. Peserta Musyawarah desa hanya sedikit. Orang yang hadir dari tahun ke tahun hanya itu-itu saja.

9. Badan Usaha Milik desa (Bumdes) tidak berkembang.

10. Belanja barang atau jas di monopoli Kades.

11. Tidak ada sosialisasi terkait kegiatan kepada masyarakat.

12. Pemerintah desa marah jetika ada yang menanyakan anggaran kegiatan dan anggaran desa.

13. Kepala desa dan perangkat dalam waktu singkat, mampu membeli mobil dan membangun rumah dengan harga atau biaya ratusan juta. Padahal sumber penghasilan tidak sepadan dengan apa yang terlihat sebagai pendapatannya.

Reporter : Helena Yupita

 

2 dari 2 halaman

Kemendagri: Desa Siluman di Konawe Ada tapi Cacat Hukum

Sebelumnya, Dirjen Bina Pemerintah Desa Kemendagri Nata Irawan mengungkap fakta di balik dugaan desa fiktif di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Hasilnya, empat desa di kabupaten tersebut tidak fiktif, hanya tata kelola pemerintahannya tidak optimal karena cacat hukum. 

“Hasil temuan yang kami dapat, ternyata desa tersebut ada tetapi tidak berjalan tata kelola pemerintahannya secara optimal,” kata Nata, Jakarta Pusat, Selasa (18/11/2019).

Nata membeberkan, hasil verifikasi kondisi riil di lapangan secara historis dan sosiologis dipastikan bahwa total terdapat 56 desa. Temuan tim mendapatkan data dan informasi bahwa penetapan Perda Nomor 7 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pembentukan dan Pendefinitifan Desa-Desa dalam Wilayah Kabupatan Konawe tidak melalui mekanisme dan tahapan di DPRD. Sehingga Nata berkesimpulan ada cacat hukum di dalamnya.

"Perda yang dilakukan oleh Bupati Konawe cacat hukum, karena tidak melalui mekanisme dari DPRD. Oleh karenanya harus diperbaiki," tegas Nata.

56 Desa Cacat Hukum

Sebagai informasi, Perda Nomor 7 Tahun 2011 adalah Perda Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2010. Nata pun menyatakan 56 Desa yang tercantum dalam Perda tersebut secara yuridis dikatakan cacat hukum dan diduga bermasalah dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.

"Maka 56 Desa tersebut baik Kepala Desa maupun Perangkat Desanya telah diminta keterangan dan didalami lebih lanjut oleh Pihak yang berwajib yaitu Polda Sulawesi Tenggara," Nata menandasi.