Liputan6.com, Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan atau sering juga disebut BPJS TK resmi mengubah nama panggilannya menjadi BPJAMSOSTEK. Langkah ini untuk mempermudah pengenalan perusahaan.
"BPJS Ketenagakerjaan telah menetapkan nama panggilan atau call name menjadi BPJAMSOSTEK sejak akhir November 2019," jelas Deputi Direktur Bidang Humas dan ANtar Lembaga BP Jamsostek Irvansyah Utoh Banja dalam keterangan tertulis, Sabtu (1/2/2020).
Menurutnya, nama sebutan baru tersebut dimaksud untuk mempermudah pengenalan institusi dan program yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada masyarakat.
Advertisement
Mengingat memang, di Indonesia ada dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, pertama adalah Ketenagakerjaan dan kedua kesehatan.
Perubahan nama panggilan menjadi BPJAMSOSTEK tersebut tidak mengubah apapun di luarnya seperti nilai iuran, jumlah penjaminan dan serta manfaat-manfaat lainnnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
BP Jamsostek Naikkan Santunan Kematian Jadi Rp 20 Juta
Untuk meningkatkan pelayanan serta kesejahteraan peserta jaminan sosial ketenagakerjaan atau BP Jamsostek khususnya peningkatan manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian, pemerintah memandang perlu dilakukan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
Atas pertimbangan tersebut, pada 29 November 2019, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja Dan Jaminan Kematian.
Dikutip dari laman Setkab, Selasa (24/12/2019), dalam PP ini terdapat perubahan Pasal 25 khususnya Pasal 2 ayat (2) yang ditambahkan 2 (dua) angka, yaitu angka 13 dan 24 yang berbunyi:
1. Peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja berhak atas manfaat JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja);
2. Manfaat JKK sebagaimana dimaksud (sebelumnya 12 angka), dalam PP ini ditambahkan angka 13 dan 14, yaitu: 13. perawatan di rumah bagi Peserta yang tidak memungkinkan melanjutkan pengobatan ke rumah sakit; dan pemeriksaan diagnostik dalam penyelesaian kasus penyakit akibat kerja.
“Hak Peserta dan/atau Pemberi Kerja selain penyelenggara negara untuk menuntut manfaat JKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) menjadi gugur apabila telah lewat waktu 5 (lima) tahun sejak Kecelakaan Kerja terjadi atau sejak penyakit akibat kerja didiagnosis,” bunyi Pasal 26 PP ini.
Sebelumnya dalam PP No. 44/2015, hak menuntut itu gugur apabila telah lewat waktu dua tahun.
Advertisement
Jaminan Kematian
PP ini juga mengubah bunyi Pasal 34 mengenai Jaminan Kematian (JKM) menjadi berbunyi:
(1) Manfaat JKM diberikan apabila Peserta meninggal dunia dalam masa aktif, terdiri atas:
a. santunan sekaligus Rp 20 juta diberikan kepada ahli waris Peserta (sebelumnya Rp 16,2 juta )
b. santunan berkala yang dibayarkan sekaligus sebesar Rp 12 juta diberikan kepada ahli waris (sebelumnya Rp 4,8 juta )
c. biaya pemakaman sebesar Rp 10 juta diberikan kepada ahli waris Peserta (sebelumnya Rp 3 juta) dan
d. beasiswa pendidikan bagi anak dari Peserta yang telah memiliki masa iur paling singkat tiga tahun dan meninggal dunia bukan akibat Kecelakaan Kerja (sebelumnya 5 tahun).
“Beasiswa sebagaimana dimaksud diberikan untuk paling banyak dua orang anak Peserta yang diberikan berkala setiap tahun sesuai dengan tingkat pendidikan anak Peserta (sebelumnya Rp 12 juta),” bunyi Pasal 34 ayat (3) PP ini.
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi II Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2019, yang diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 2 Desember 2019.