Liputan6.com, Jakarta - Pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja menuai kritik dari kalangan buruh. Pasalnya pemerintah lewat Kementerian Perekonomian dan Kementerian Tenaga Kerja tak pernah melibatkan buruh dalam proses penyusunan.
Padahal mereka sempat dijanjikan akan dibuat tim kecil yang akan berkontribusi dalam penyusunan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
"Sampai hari ini kami belum menerima surat lanjutan," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional Ristadi dalam Diskusi Polemik MNC Trijaya di Hotel Ibis Tamarin, Jakarta Pusat, Sabtu, (1/2/2020).
Advertisement
Terlebih mereka juga belum menerima draft RUU yang bakal diserahkan ke parlemen pekan depan.
"Buruh dan serikat pekerja menjadi terpancing dan reaksioner sebetulnya bukan membaca draftnya, karena sampai saat ini belum keluar itu draftnya,"
Tak hanya itu, buruh bereaksi saat muncul wacana dari Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto yang menyebutkan dalam omnibus law akan diatur upah buruh yang dibayar per jam atau sesuai fleksibilitas jam kerja. Pekerjaan yang dilakukan dalam satu hari dibawah 8 jam, upahnya akan diatur dalam perjam.
"Tapi yang 8 jam keatas itu diatur dengan upah minimum," kata Ristadi.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Soal Pesangon
Begitu juga soal pesangon. Airlangga tidak membahas pesangon, hanya akan diatur lebih lanjut.
Namun yang ditafsirkan buruh upah diberikan sesuai jam kerja dan mereka mengkhawatirkan hilangnya aturan upah minimum regional (UMR).
Hal ini lantaran para buruh membaca berita tentang omnibus law bakal menghapus upah minimum, menghapus pesangon, menghapus jaminan sosial. Hingga wacana tenaga kerja asing akan bebas masuk ke Indonesia. Apalagi memang belum ada pernyataan resmi dari pemerintah.
"Itu yang paling krusial," kata Ristadi.
Reporter:Â Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement