Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani, mendesak pemerintah untuk kembali mengaktifkan Badan Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI). Sebab, dengan kehadiran BPPI dinilai akan menopang sektor pariwisata di Indonesia.
"Bapak Wakil Presiden (Ma'ruf Amin) dan Bapak Menparekraf (Wishnutama Kusubandio) saya berharap BPPI dapat diaktifkan kembali. Mengingat sangat dinamisnya perkembangan ekonomi dunia," Haryadi dalam acara Munas PHRI, di Karawang, Jawa Barat, Jakarta, Senin (10/2/2020).
Haryadi menyebut sebelumnya BPPI sendiri memang pernah ada di bawah Kementerian Pariwisata. Namun pada 2014 lalu sempat tidak diaktifkan lantaran pemerintah menilai terlalu banyak badan. "Suatu alasan bagi kami yang naif," imbuh dia.
Advertisement
Baca Juga
Padahal secara badan BPPI telah diamanatkan Undang-Undang (UU) Nomor 10 tahun 2009 dalam pasal 36 sampai dengan 42 dan badan promosi daerah atau BPD pasal 43 sampai dengan 49. Dalam Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa pemerintah memfasilitasi pembentukan BPPI yang ditetapkan dengan keputusan presiden.
Wapres Ma'ruf mengatakan BPPI merupakan lembaga swasta bersifat mandiri dengan sumber pembiayaan yang berasal dari APBN dan APBD yang bersifat hibah sesuai dengan UU. BPPI juga bertugas untuk meningkatkan citra pariwisata, meningkatkan kunjungan wisata mancanegara dan penerimaan devisa.
"Sehingga sangat jelas BPPI adalah mitra pemerintah untuk mengoptimalkan pertumbuhan pariwisata Indonesia bukan pesaing apalagi pihak yang akan mencari panggung popularitas. BPPI adalah wujud nyata Indonesia," tandas dia.
Merespon hal tersebut, Wakil Presiden, Ma'ruf Amin pun membuka celah untuk kembali mengaktifkan badan tersebut. Dia mengaku, usulan ini akan segera dibahas dan dipikirkan kembali bersama pemerintah.
"Kita akan pikirkan nanti kita akan pertimbangkan ya," singkatnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Imbas Virus Corona, Sektor Pariwisata Terancam Rugi Rp 38,2 Triliun
Wabah virus corona di China membuat industri pariwisata Indonesia lesu. Sektor pariwisata kehilangan potensi pendapatan hingga USD 2,8 miliar atau setara Rp 38,2 triliun.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Whisnutama mengatakan jumlah tersebut berasal dari 2 juta turis China yang datang ke Indonesia. Rata-rata mereka membelanjakan uangnya di Indonesia hingga USD 1.400 atau Rp 19 juta.
"Hitungannya 2 juta wisatawan per visit mereka spen USD 1.400," kata Whisnutama di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta Selatan, Jumat (7/2).
Selain kehilangan potensi pendapatan, sektor pariwisata Indonesia berpotensi mengalami penurunan turis dari negara lainnya. Whisnutama memperkirakan akan terjadi penurunan kunjungan tahun ini karena calon wisatawan khawatir untuk bepergian.
Ini bisa terlihat dari masa reservasi (booking period). Biasanya turis asing memesan tiket dan akomodasi lainnya di bulan Februari, Maret dan April. Namun memasuki bulan Februari, belum juga ditemukan obat untuk virus corona.
Hal ini bisa jadi pemicu orang enggan melakukan pemesanan liburan ke Indonesia.
"Pada saat booking periode ini terjadi virus corona kan jadi agak ragu orang, jadi takut," kata Whisnutama.
Booking period di bulan Februari, Maret dan April biasanya digunakan untuk berlibur di musim panas, sekitar bulan Juni, Juli dan Agustus. Sehingga meski virus teratasi dalam 3 bulan, dampaknya akan terasa hingga pertengahan tahun.
"Walaupun virus corona cuma selesai di tiga bulan ini, dampaknya di Juni-Juli-Agustus," kata Whisnutama.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement