Sukses

Dirjen Minerba Targetkan PNBP Tahun Ini Rp 44,39 Triliun

Direktorat Jenderal (Dirjen) Minerba Kementerian ESDM RI, menargetkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2020 sebesar Rp 44,39 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal (Dirjen) Minerba Kementerian ESDM RI, menargetkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2020 sebesar Rp 44,39 triliun.

"Untuk tahun 2020 ditargetkan 44,93 triliun," kata Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi VII DPR RI, Jakarta, Selasa (11/2/2020).

Bambang merincikan beberapa sumber pendapatan negara diantaranya, PNPB Minerba sebanyak Rp 26,209 triliun. Angka tersebut berasal dari pendapatan iuran tetap sebanyak Rp 549,9 triliun dan pendapat royalti sebesar Rp 25,659 triliun. Sementara itu PNPB lainnya berupa penjualan hasil tambang sebesar Rp 18,185 triliun.

Target PNBP 2020 ini dengan asumsi produksi 530 juta ton, dengan Harga Batu bara Acuan (HBA) USD 90/ton dan kurs Rp 14.400. Sebagaimana disepakati dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR sebesar USD 90 per ton.

Sementara forecast IMF Australia Coral Price pada tahun 2020 cenderung turun pada angka USD 71 per ton.

"Tetapi HBA pada Januari 2020 sebesar USD 65,93 per ton," kata Bambang.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Batu Bara Rusia

Hal ini terjadi karena masuknya batu bara Rusia ke Pasar Asia Pasifik. Sehingga berpotensi kelebihan supply dan berdampak pada penurunan harga Batubara.

Tidak hanya itu permintaan energi global masih lesu akibat perlambatan ekonomi dunia (pasar Eropa dan China sedang lesu).

Bambang juga membeberkan lima identifikasi permasalahan PNPB di sektor minerba. Pertama, Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebanyak 3.154 yang tersebar di 32 provinsi dan 231 kabupaten dan 11 kota penghasil mineral dan batu bara.

Kedua, lebih dari 60 persen IUP daerah kurang memahami cara menghitung PNBP. Ketiga, adanya keluhan perusahaan tambang tentang besarnya pengenaan denda atau kurang bayar ketika dilakukan audit.

Keempat, ketika dilakukan audit pada pemegang IUP daerah banyak perusahaan yang sudah terminasi dan alamat perusahaan tidak jelas. Kelima, perlu ada metode atau sistem untuk mengcover seluruh kewajiban PNBP Perusahaan di seluruh Indonesia secara realtime.

Anisyah Al Faqir

Merdeka.com