Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menyerahkan Surat Presiden (Surpres) Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Puan Maharani hari ini, Rabu (12/2). Berdasarkan agenda diterima, Merdeka.com surpres akan diserahkan pukul 13.00 WIB.
Dari pantauan di lapangan beberapa menteri tampak sudah merapat Setkretariat Jenderal DPR sejak mulai pukul 13.15 WIB, diantaranya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil dan Menteri Hukum dan HAM Yosana Laoly.
"Iya mau nemenin Pak Menko Airlangga saja," Kata Menteri Sofyan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (12/2).
Advertisement
Hingga berita ini diturunkan para menteri Kabinet Indonesia Maju belum keluar. Pembahasan masih berlanjut antara pemerintah dan juga DPR.
Baca Juga
Sebelumnya, Pemerintah memastikan surat presiden dan naskah akademik Omnibus Law RUU Cipta Kerja diserahkan ke DPR, Rabu (12/2), pukul 13.00 WIB. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah yang akan menyerahkan naskah akademik itu ke DPR.
"Ini Insya Allah Pak Airlangga minta saya menemani beliau menyampaikan ke DPR hari ini jam 1 (siang). Beliau masih ada ratas jadi diundur jadi jam 1," kata Ida Fauziah di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Ida mengatakan surpres dan naskah akademik itu nantinya akan diserahkan langsung kepada Ketua DPR Puan Maharani. Setelah diserahkan, pimpinan DPR akan menyampaikan Omnibus Law itu ke rapat paripurna.
"Prosedurnya sih tidak bedakan dengan UU yang lain. Kemudian dari paripurna kan dibawa ke Bamus, Bamus memutuskan siapa yang akan membahas. Biasa sih. Kayak begitu. Kita ikutin saja prosedur yang berlaku di DPR," jelas Ida
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Jembatani Keinginan Pengusaha dan Buruh
Buruh yang tergabung dalam aliansi gerakan buruh bersama rakyat (Gebrak) melakukan aksi unjuk rasa pada Senin ini. Mereka menolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja karena dianggap merugikan.
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko menegaskan pemerintah menampung aspirasi para buruh. Tak hanya buruh, pemerintah juga menerima masukan dari pengusaha.
“Dalam sidang kabinet paripurna Presiden menyatakan supaya dari pemerintah sungguh-sungguh mendegarkan aspirasi-aspirasi teman-teman sekalian (buruh maupun pengusaha),” kata Moeldoko di Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin (20/1/2020).
Moeldoko berjanji akan mencari jalan tengah antara tuntutan buruh dengan permintaan pengusaha. Jalan tengah tersebut nantinya diakomodir dalam Omnibus Law UU Cipta Lapangan Kerja.
“Intinya Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dibangun untuk menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya dan menata kembali perpajakan. Nanti Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja bisa menjadi sesuatu yang lebih memberikan kepastian, lebih memberikan kenyamanan, lebih bisa diterima oleh semua pihak,” jelasnya.
Mantan Panglima TNI ini berpendapat penolakan buruh terhadap RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja lantaran belum memahami betul isi draft tersebut. Termasuk anggapan Omnibus Law menghapus pesangon dan cuti melahirkan bagi pekerja.
“Cuti hamil katanya dihilangkan, padahal kata Pak Airlangga (Meko Perekonomian) tidak. Maka yang lebih penting lagi nanti ada pertemuan bisa akomodir semua pihak,” ucapnya.
Reporter: Titin Supriatin
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Tolak Omnibus Law, Buruh Kepung Gedung DPR
Sebelumnya, ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) hari ini kembali mendatangi DPR RI untuk menyampaikan penolakannya terhadap omnibus law dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Senin (20/1/2020).
Tidak hanya di Jakarta, gerakan penolakan, serentak juga dilakukan di berbagai provinsi lain di Indonesia. Misalnya Aceh, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Gorontalo.
Presiden KSPI yang juga Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Said Iqbal mengatakan, pada dasarnya kaum buruh setuju dengan investasi. Namun demikian, kaum buruh dipastikan akan melakukan perlawanan, jika demi investasi kesejahteraan dan masa depan kaum buruh dikorbankan.
Said Iqbal khawatir, keberadaan omnibus law cipta lapangan kerja akan merugikan kaum buruh. Hal ini jika dalam praktiknya nanti, omnibus law menghilangkan upah minimum, menghilangkan pesangon, membebaskan buruh kontrak dan outsoursing (fleksibilitas pasar kerja), mempermudah masuknya TKA, menghilangkan jaminan sosial, dan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha.
"Jika pemerintah serius ingin menghilangkan hambatan investasi dalam rangka penciptaan lapangan kerja, maka pemerintah jangan keliru menjadikan masalah upah, pesangon, dan hubungan kerja menjadi hambatan investasi," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (20/1/2020).
Menurut World Economic Forum, kata Said Iqbal, dua hambatan utama investor enggan datang ke Indonesia adalah masalah korupsi dan inefisiensi birokrasi. "Jadi jangan menyasar masalah ketenagakerjaan," tegasnya.