Sukses

Pengusaha di Sumsel Harap Omnibus Law Sederhanakan Regulasi Industri Sawit

Gapki Sumsel berharap dengan adanya Omnibus Law bisa menyederhanakan regulasi terkait perizinan industri di Sumsel.

Liputan6.com, Palembang - Perbedaan peraturan antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Selatan (Sumsel) dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumsel terkait industri kelapa sawit, dirasakan para pengusaha kelapa sawit di Sumsel.

Banyaknya perizinan dan tumpah tindih regulasi ini, melibatkan banyak kewenangan dalam perizinan, pengawasan dan pengelolaan perkebunan kelapa sawit. Salah satunya adalah dampak otonomi daerah, seperti Izin Pembukaan Lahan (IPL), yang hanya dilegalkan melalui peraturan daerah.

Namun dengan adanya omnibus law bidang pengelolaan dan pengawasan industri kelapa sawit, menjadi salah satu harapan bagi pengusaha sawit untuk menuntaskan kebuntuan tumpangtindih regulasi tersebut.

Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Sumsel Alex Sugiarto mengatakan, dengan adanya omnibus law ini, diharapkan dapat menyederhanakan regulasi di tingkat daerah, sehingga memudahkan industri sawit di Sumsel.

Terlebih pelaku bisnis kelapa sawit, harus mengikuti semua peraturan, baik yang diterbitkan pemprov maupun pemkab/pemkot.

“Karena itu kami berharap omnibus law dapat menyederhanakan regulasi-regulasi di tingkat daerah,” katanya, usai dilantik menjadi ketua Gapki Sumsel 2019-2024, di Hotel Harper Palembang, Kamis (13/2/2020).

Tidak hanya mengharapkan adanya penyederhanaan regulasi, Gapki Sumsel juga sedang bekerja kerass untuk menepis isu-isu negatif seputar industri sawit di wilayah Sumsel.

Diungkapkannya, dari data Kepmentan 833 tahun 2019, luas tutupan lahan sawit di Sumsel seluas 1.468.468 hektar. Jumlah ini berkontribusi 8,96 persen dari 16.381.959 juta hektar secara nasional.

"Dari perusahaan swasta, pemerintah, petani plasma dan swadaya. Sementara untuk produksi CPO Sumsel, masih berdasarkan estimasi Dirjenbun sebesar 4 juta ton atau 8,5 persen dari 47,18 juta ton secara nasional,” katanya.

Menurutnya,Sumsel memiliki potensi luar biasa ini untuk perkembangan industri kelapa sawit, sekaligus peningkatan pendapatan daerah.

"PBB masih masuk ke pusat. Bagaimana kami bersama Pemda mengusulkan ini, bagimana Pemda menikmati hasil dari kelapa sawit," katanya lagi.

Persentase 8-12,5 persen dalam setiap tandan kelapa sawit, namun bisa berdampak positif terhadap kenaikan rendemen.

Ketua Umum Gapki Joko Supriyono mengungkapkan, Gapki di tingkat pusat terlibat aktif dalam penyusunan omnibus law, yang berkaitan dengan industri kelapa sawit. Gapki juga terus mengawal proses omnibus law hingga nantinya disahkan oleh DPR RI.

 

2 dari 2 halaman

Kawal Pengesahan DPR RI

“Kami kawal terus sampai disahkan DPR, termasuk juga turunan omnibus law baik berupa Peraturan Pemerintah (PP) hingga Peraturan Daerah (Perda),” katanya.

Perampingan regulasi melalui omnibus law, lanjut Joko, sudah ditunggu banyak pihak. Terutama kalangan pengusaha, karena menjanjikan iklim investasi yang lebih baik.

Terlebih industri sawit saat ini masih menghadapi tantangan yang cukup berat, baik karena isu eskternal maupun dari dalam negeri.

“Kita semua tahu Eropa terus membuat regulasi yang menghambat produk sawit. Oleh karena itu kita perlu kompak antara pemerintah dan pengusaha,” ujarnya.

Sementara untuk tantangan dari dalam negeri, industri sawit nasional perlu meningkatkan daya saing.

"Gapki Sumsel sebelumnya anggota 73 dengan luas lahan sekitar 350 ribu hektare. Di bulan Januari 2020, bertambah lagi satu menjadi 74 atau sekitar 200 perusahaan sawit di Sumsel,” ucapnya.

 

Video Terkini