Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan untuk tetap memberlakukan kenaikan tarif Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sesuai dengan Perpres Nomor 75 Tahun 2019. Masyarakat pun sudah harus membayar penuh iuran BPJS Kesehatan per 1 Januari 2020 kemarin.
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Fahmi Idris, mengatakan meski terhitung naik, namun iuran peserta BPJS Kesehatan bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bantuan Iuran (PBI) masih cukup baik. Bahkan ada peningkatan penerimaan iuran sejak diberlakukannya penyesuaian.
"PBPU dan BPI kelas 3 sampai saat ini proses pembayaran iuran masih baik. Yang aktif tetap jalan," katanya dalam rapat gabungan, di Ruang Rapat Pansus B, DPR RI, Jakarta, Selasa (18/2).
Advertisement
Baca Juga
Dia berharap dengan peningkatan iuran tersebut maka akan berkontribusi untuk keberlanjutan program BPJS Kesehatan.
Seperti diketahui, Penerima Bantuan Iuran (PBI), iuran naik dari Rp 23.000 menjadi Rp 42.000 per jiwa per bulan. Besaran iuran ini juga berlaku bagi peserta yang didaftarkan oleh Pemda (PBI APBD). Iuran PBI dibayar penuh oleh APBN, sedangkan peserta didaftarkan oleh Pemda (PBI APBD) dibayar penuh oleh APBD.
Sementara, Peserta Bukan Penerima Upah PBPU atau Peserta Mandiri untuk kelas 3 naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per jiwa per bulan.
Kemudian Kelas 2 naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 per jiwa per bulan dan Kelas 1 naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000 per jiwa per bulan.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah Pastikan Tak Lagi Suntik Dana ke BPJS Kesehatan
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memastikan pemerintah tidak akan memberikan suntikan dana lagi terhadap Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Komitmen tersebut seiring dengan naiknya iuran BPJS Kesehatan yang berlaku awal tahun ini.
"Dengan kenaikan (iuran), kita lihat BPJS Kesehatan tidak perlu tambahan dana tahun ini. Selain itu BPJS juga sudah menjanjikan untuk menjaga keuangan," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (7/1).
Sementara itu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani mengatakan pemerintah tetap mengalokasikan anggaran untuk subsidi peserta tidak mampu. Sehingga pelayanan terhadap masyarakat tetap berjalan meski ada kenaikan.
"Dapat kami sampaikan di 2020, sesuai tarif PBI pemerintah telah menabung tambahan alokasi mencapai Rp 20 triliun, sehingga belanja untuk JKN 2020 RP 40 triliun lebih, ini tentu kebijakan dan perbaikan jaminan kesehatan untuk masyarakat," imbuh dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Subsidi untuk Peserta Kelas III
Sebelumnya, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Fahmi Idris, menyatakan pemerintah tidak memberikan subsidi iuran khususnya untuk kelas III.
Hal ini berlawanan dengan usulan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengenai pemberian subsidi bagi masyarakat penerima manfaat BPJS kesehatan kelas III mandiri.
Lantas, bagaimana jika masyarakat tersebut benar-benar tidak sanggup membayar iuran yang naik?
Fahmi menjelaskan pemerintah akan memperbarui data untuk menentukan apakah peserta tersebut laik masuk penerima bantuan iuran (PBI).
"Kita tidak bicara seperti itu (subsidi iuran BPJS). Namun, yang tidak mampu akan kita data," ujarnya di Gedung Kemenko PMK, Senin (6/1).
Pihak BPJS bersama dengan Kementerian Sosial juga akan mendata penerima manfaat kelas III yang kini sedang menunggak bayaran. "Nah, nanti akan dibedakan mana yang tidak mampu bayar, mana yang tidak mau bayar, kan beda itu," imbuhnya.
Sejauh ini, menurut Fahmi, ada 98,6 juta orang yang termasuk dalam golongan PBI. Sementara, masyarakat yang menunggak pembayaran iuran tercatat mencapai 9 juta orang.
"Di saat yang sama, Kemensos juga lagi memperbarui data. Ada yang tadinya tidak mampu kemudian jadi mampu, kan berubah-ubah. Kita akan sama-sama cek. Kita tidak ingin menyusahkan masyarakat (peserta BPJS kesehatan) yang benar-benar tidak mampu," tuturnya.