Liputan6.com, Jakarta - Startup jaringan hotel budget India, OYO yang bernilai Rp 137 triliun, menjadi salah satu yang terdampak Virus Corona. Bahkan, terdapat beberapa laporan tentang pemilik hotel di India dan China yang tidak mendapatkan kompensasi yang memadai dari perusahaan akibat kerugian dari wabah Virus Corona.
Setelah India, China adalah pasar terbesar kedua OYO dengan 9.000 hotel di seluruh daratan China. Mengingat musim pendapatan ini, penghuni hotel di China turun secara signifikan karena virus corona.
Virus ini menambah tantangan OYO di China. Dalam laporan tahunan 2019, keuangan perusahaan menunjukkan bahwa Tiongkok berkontribusi sekitar 75 persen dari kerugiannya pada tahun fiskal 2019, menurut laporan CNBC.
Advertisement
Didirikan pada tahun 2013 oleh Agarwal ketika ia berusia 19 tahun, OYO telah menjadi apa yang dikatakan perusahaan sebagai jaringan hotel terbesar kedua di dunia.
OYO, seperti pesaing-pesaingnya, telah melihat penurunan tingkat pendapatan akibat wabah Virus Corona. Namun, ia mencoba untuk menjaga lokasi tertentu dengan tetap beroperasional.
Ia tetap buka dengan harga yang lebih rendah di provinsi-provinsi yang paling terpengaruh oleh virus corona, untuk mendukung para dokter yang berkunjung dan orang-orang yang telah terjebak oleh pembatasan perjalanan, kata sang CEO.
“Kami berusaha menjaga sebanyak mungkin hotel kami buka, termasuk di Wuhan dan di Hubei,” kata CEO Ritesh Agarwal.
Kabar PHK Karyawan Mencuat
OYO telah berkembang secara agresif ke pasar-pasar baru dengan 43.000 hotel di seluruh dunia. Dengan fokus Agarwal yaitu ekspansi tanpa henti. Kerugian konsolidasi OYO melebar pada tahun fiskal 2019 dari USD 52 juta menjadi USD 335 juta atau Rp 4,5 triliun.
Ketika biaya naik, OYO telah mengumumkan langkah PHK di China, India hingga Amerika. Negara di mana ia telah memangkas sepertiga dari tenaga kerjanya.
Agarwal mengatakan, “Pada akhir setiap tahun manajemen kami berkumpul kembali dan memikirkan hal-hal yang kami lakukan dengan benar dan apa yang dapat kami tingkatkan.”
“Kami sebagai pimpinan mengakui upaya restrukturisasi ini, pada awal tahun. Ada tiga perspektif penting di belakang hal ini. Kami fokus pada lokasi dan kota yang lebih menguntungkan, kami fokus mengurangi duplikasi upaya di seluruh negara, dan ketiga dan yang paling penting kami memastikan bahwa kami menggunakan teknologi secara konsisten untuk dapat melayani pelanggan kami.”
Agarwal menambahkan bahwa setelah upaya restrukturisasi, OYO masih memiliki lebih dari 25.000 karyawan di seluruh dunia.
Meski demikian, perusahaan mengatakan sedang menjaga jalurnya menuju profitabilitas.
“Penting bagi saya untuk mengakui ada umpan balik yang sangat kuat bahwa perusahaan-perusahaan pertumbuhan tinggi telah mendunia terlepas dari siapa pemegang saham mereka ... bahwa profitabilitas adalah arah yang ingin dilihat orang,” katanya.
OYO saat ini memiliki neraca USD 1 miliar atau setara Rp 13,7 triliun.
Reporter : Danar Jatikusumo
Advertisement