Sukses

Akhir Januari 2020, Realisasi Belanja Negara Sentuh Rp 139,8 Triliun

Realisasi belanja negara sebesar Rp 139,8 triliun itu terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 71,4 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi belanja negara hingga Januari 2020 mencapai Rp 139,8 triliun. Realisasi ini setara dengan 5,5 persen dari pagu dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 yang sebesar Rp 2.233,2 triliun.

"Realisasi belanja ini lebih rendah dari tahun lalu sebesar Rp 153,8 triliun," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (20/2/2020).

Sri Mulyani merincikan realisasi belanja negara sebesar Rp 139,8 triliun itu terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 71,4 triliun.

Di mana belanja Kementerian Lembaga tercatat sebesar Rp 30,9 triliun dan belanja non Kementerian Lembaga sebesar Rp 40,6 triliun.

Selain itu transfer daerah dan dana desa mencapai Rp 68,4 triliun. Angka itu terdiri dari transfer ke daerah sebesar Rp 68,1 triliun dan dana desa sebesar Rp 3 miliar.

"Intinya belanja negara sudah terealisasi 5,5 persen dari target, memberikan stimulus ke perekonomian," tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Pemerintah Diminta Manfaatkan Big Data Demi Tingkatkan Penerimaan Pajak

Mantan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hadi Poernomo mendorong pemerintah agar bisa mengoptimalkan Big Data yang dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.

Menurutnya, konsep Big Data yang telah digagas sejak 1965 juga mampu mencegah tindak korupsi dan membuat para wajib pajak (WP) terpaksa jujur dalam melakukan kewajibannya.

"Big Data adalah solusi meningkatkan penerimaan negara dan mencegah korupsi. Serta memahami bahwa integrasi seluruh data melalui Big Data akan tercipta suatu budaya WP terpaksa jujur," ujar dia dalam keterangan tertulis, Sabtu (15/2/2020).

Hadi memaparkan, Big Data akan menciptakan integrasi seluruh data sehingga monitoring perpajakan dapat dilakukan secara utuh dan kecepatan pengolahan data menjadi meningkat.

"Dengan begitu, pemeriksaan tidak perlu dilakukan lagi karena kondisi wajib pajak terpaksa jujur otomatis terwujud secara sistem," ungkap dia.

Â