Sukses

Penurunan Harga Gas Bakal Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi ke 6 Persen

Saat ini, industri oleokimia harus membayar harga gas rata-rata sebesar USD 10-USD 12 per MMBTU.

Liputan6.com, Jakarta - Sektor industri menunggu realisasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40/2016 terkait Penetapan Harga Gas Bumi yang menjanjikan harga gas USD 6 per Million British Thermal Unit (MMBTU). Penurunan harga gas akan mendukung realisasi target pertumbuhan ekonomi 6 persen dan terwujudnya industrialisasi di Indonesia.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemicals Indonesia (APOLIN) Rapolo Hutabarat,  menjelaskan oleokimia termasuk tujuh sektor industri di dalam Perpres Nomor 40/2016 yang mendapatkan ketetapan harga gas industri sebesar USD 6 per per MMBTU. Ketujuh sektor industri tersebut antara lain oleokimia, pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

Setiap tahun, berdasarkan data APOLIN kebutuhan gas industri oleokimia mencapai 11,7 juta-13,9 juta per MMBTU dari 11 perusahaan anggota APOLIN.

Saat ini, industri oleokimia harus membayar harga gas industri rerata USD 10-USD 12 per MMBTU. Dalam struktur biaya produksi, biaya gas berkontribusi sekitar 10 persen-12 persen untuk produksi fatty acid dan sebesar 30 persen-38 persen dalam menghasilkan fatty alcohol beserta produk turunan di bawahnya.

Padahal, Perpres 40/2016 mengamanatkan harga gas industri sebesar USD 6 per MMBTU sesuai arahan Presiden Jokowi. Jika terealisasi, maka akan terjadi penghematan antara USD 47,6 juta-USD 81,8 juta atau Rp 0,68 triliun-Rp 1,1 triliun per tahun.

Jika Perpres 40/2016 ini dapat dijalankan oleh pemerintah, maka akan terjadi investasi baru dan perluasan menambah kapasitas produksi, kesempatan bekerja dan daya saing global produk-produk oleochemical lndonesia ke negara tujuan ekspor akan lebih tinggi sehingga perolehan devisanya akan jauh lebih besar.

"Hingga kini, Perpres belum kelihatan akan berjalan untuk menekan harga gas industri. Selama empat tahun, pelaku oleokimia menantikan regulasi bisa terlaksana dan dapat diimplementasikan, " ujar Rapolo.

Sementara itu, Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono menuturkan, penurunan harga gas akan memberikan empat dampak positif yaitu biaya produksi turun, harga jual turun, memperkuat daya saing ekspor, dan daya beli masyarakat meningkat.

Saat ini, dikatakan Fajar, Industri petrokimia mesti membeli gas sebesar USD 9,17 per MMBTU. Pada tahun ini, kebutuhan gas 24 industri petrokimia mencapai 74 BBTUD (red-Billion British Thermal Unit per Day.

"Yang harus dipahami pemerintah, turunnya harga gas menggerakkan industrialisasi sehingga pertumbuhan ekonomi nasional berpeluang naik lewati 5 persen," jelasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Tunggu Kepastian Pemerintah

Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus Gunawan menjelaskan pelaku industri telah memperjuangkan harga gas yang terjangkau semenjak delapan tahun lalu. Saat ini, pelaku industri menunggu kepastian pemerintah untuk menurunkan harga gas yang belum terlaksana hingga sekarang. Sebab, investor meminta regulasi bisa dijalankan secepatnya.

"Penundaan berlarut menurunkan daya saing, menurunkan kepercayaan investor, dan mengurangi kemampuan menekan defisit neraca perdagangan," ucapnya.

Kepala Sub Direktorat Industri Hasil Perkebunan Non Pangan Kementerian Perindustrian Lila Harsyah Bakhtiar menjelaskan Kementerian telah meminta pelaku industri untuk memasukkan data gas seperti konsumsi dan data kontrak gas perusahaan dalam rangka menjalankan arahan Presiden supaya harga gas turun mulai 1 April 2020.

Dalam hal ini, Kementerian meminta adanya keterbukaan data/informasi (open book), kebenaran data (truth), kecepatan respon, dana saling percaya (trust) bahwa data tetap terjaga.

"Dengan harga gas saat ini memperlihatkan perlambatan pertumbuhan industri pengolahan non migas pengguna gas dan di bawah laju pertumbuhan industri pengolahan non migas secara keseluruhan," jelasnya.