Sukses

Ekonomi Indonesia Disebut Masih Belum Ideal

Impor tercatat lebih besar daripada ekspor, yang mengakibatkan rupiah secara jangka panjang akan terus melemah.

Liputan6.com, Jakarta Posisi perekonomian Indonesia dalam dua tahun terakhir disebut tidak dalam posisi ideal. Penyebabnya, Indonesia saat ini masih mengalami defisit neraca perdagangan.

Impor tercatat lebih besar daripada ekspor, yang mengakibatkan rupiah secara jangka panjang akan terus melemah.

Ini disampaikan Plt Bidang Usaha Pertambangan, Energi, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Heri Purnomo dalam acara Ngopi BUMN ke 26 pada Jumat (21/02/2020).

Dia menyebut, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dalam jangka panjang dapat menyebabkan inflasi.

"Karena kebutuhan konsumsi dan produksi kita kontribusinya masih besar dari impor, Kalau mata uang kita turun, artinya kita akan membayar lebih untuk impor. Kalau sudah begitu, maka harga barang jadi akan naik," ujar dia.

Lebih jauh, Heri Purnomo juga memaparkan bahwa seiring naiknya harga barang jadi, maka kesejahteraan bisa menurun.

"Kita impor lebih besar dari ekspor. Pada 2018, 75 persen kita impor berupa bahan baku. Padahal Indonesia sangat kaya akan natural resources. Kan sedih sekali," kata dia.

Ke depannya, diharapkan Indonesia mampu untuk melakukan substitusi barang impor, sehingga bisa menekan impor untuk kestabilan ekonomi dalam negeri.

2 dari 2 halaman

BI Pangkas Target Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2020 Jadi 5 Persen

Bank Indonesia (BI) perkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 akan lebih rendah, yaitu menjadi 5,0-5,4 persen, dari prakiraan semula 5,1-5,5 persen, dan kemudian meningkat pada tahun 2021 menjadi 5,2-5,6 persen.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu terus didorong sehingga tetap berdaya tahan di tengah risiko tertundanya prospek pemulihan perekonomian dunia." ucap Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam Rapat Dengar Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Kamis (20/02/2020).

Perry juga menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut ditopang permintaan domestik yang terjaga, sedangkan kinerja ekspor menurun sejalan pengaruh perlambatan permintaan global dan penurunan harga komoditas.

"Secara spasial, permintaan domestik yang tetap baik ditopang oleh meningkatnya perdagangan antardaerah seperti di wilayah Sumatera. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Kalimantan dan Bali-Nusa Tenggara tetap terjaga didukung oleh perbaikan ekspor komoditas primer." jelas Perry.

Adanya koreksi perkiran terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama karena pengaruh jangka pendek tertahannya prospek pemulihan ekonomi dunia pasca meluasnya Covid-19 (Corona Virus Disease 2019), yang memengaruhi perekonomian Indonesia melalui jalur pariwisata, perdagangan, dan investasi.

Kendati demikian, pada 2019 pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik yakni 5,02 persen, meskipun lebih rendah dibandingkan dengan capaian tahun 2018 sebesar 5,17 persen.

Perry menambahkan, ke depannya, Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan Otoritas terkait guna memperkuat sumber, struktur, dan kecepatan pertumbuhan ekonomi, termasuk mendorong investasi melalui proyek infrastruktur dan implementasi RUU Cipta Kerja dan Perpajakan.