Sukses

Menhub Kurang Tegas Larang Truk ODOL

Pelanggaran ODOL menduduki peringkat ke empat dari 11 jenis pelanggaran lalu lintas versi Korlantas Polri.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata (Unika) Djoko Setijowarno, menilai menteri perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi kurang tegas dalam pelarangan angkutan truk bermuatan lebih atau Zero Over Dimension Over Load (ODOL). Rencana awal aturan ini akan diterapkan pada 2021, tetapi kemudian mundur menjadi 2023.

"Hasil kompromi, cukup sekali ini, jangan diundur lagi, wibawa Menhub dianggap kurang tegas, kasihan petugas di lapangan dan warga korban ODOL," kata Djoko kepada liputan6.com, Jakarta, Senin, (24/2/2020).

Karena menurutnya dampak ODOL tidak hanya dirasakan oleh pemerintah pusat di jalan nasional, tetapi juga dialami oleh Pemerintah Daerah yang punya wewenang membangun dan memelihara jalan kota, jalan kabupaten dan jalan provinsi.

Kerusakan jalan yang begitu cepat pasti akan menguras Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang sebenarnya dapat digunakan untuk program lainnya. "Pemda yang APBD-nya terkuras untuk merawat jalan dan jembatan," ujarnya.

Seperti dilihat dari data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), ia menyebutkan kerugian negara mencapai Rp 43 triliun untuk perbaikan jalan nasional akibat dilewati truk-truk ODOL, semuanya itu bermuara pada turun atau rendahnya tingkat keselamatan lalu lintas di jalan.

"Kendaraan ODOL dari sisi pengusaha angkutan bisa jadi menguntungkan dalam jangka pendek, karena dapat mengangkut lebih banyak dengan frekuensi yang lebih sedikit. Namun risiko bagi publik cukup besar, dari sisi risiko kecelakaan lalu lintas serta kerusakan jalan yang dilalui," ujarnya.

Tindakan tegas dari pemerintah untuk penanganan truk ODOL akan bermanfaat bagi pengurangan berbagai risiko. Namun sayangnya, asosiasi dan beberapa pemangku kepentingan belum siap beradaptasi.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Berakibat Kecelakaan

Sementara itu, selama kurun waktu 2019, data yang diperoleh dari Korlantas Polri mencatat terjadi 1.376.956 pelanggaran lalu lintas. Sebesar 136.470 kendaraan atau 10 persen melakukan pelanggaran kelebihan kapasitas beban dan kapasitas dimensi. Dalam sehari rata-rata 378 angkutan barang melanggar ODOL.

Pelanggaran ODOL menduduki peringkat ke empat dari 11 jenis pelanggaran lalu lintas versi Korlantas Polri. Peringkat pertama, pelanggaran surat menyurat 388.841 (28 persen), kedua pelanggaran marka 356.152 (26 persen), dan ketiga pelanggaran penggunaan sabuk keselamatan 224.600 (16 persen).

Terjadinya kecelakaan lalu lintas dimulai adanya pelanggaran lalu lintas. Secara nasional, angka kecelakaan lalu lintas hingga akhir tahun 2019, jumlah kejadian kecelakaan lalu lintas ada peningkatan 7 persen dari tahun sebelumnya, korban meninggal dunia turun 13 persen, korban luka berat turun 6 persen, korban luka ringan naik 5 persen dan kerugian material mencapai Rp 40,8 miliar, ada kenaikan 19 persen.

Jumlah korban kecelakaan lalu lintas tahun 2019 sebanyak 25.652 jiwa. Rata-rata per bulan sebanyak 2.138 jiwa. Rata-rata per hari sebanyak 71 jiwa. Rata-rata per jam sebanyak 3-4 jiwa.

Maka dari itu, ia menyarankan agar dibuat roadmap ODOL dimulai dari sekarang juga, untuk mempersiapkan berakhirnya toleransi pembebasan angkutan berlebih tersebut."Harus ada roadmap ODOL mulai sekarang juga," pungkasnya.