Liputan6.com, Jakarta Upaya pencegahan alih fungsi lahan pertanian, mendapat dukungan dari DPR RI. Berkaitan dengan hal tersebut, program swasembada pangan dari Kementerian Pertanian (Kementan), menurut DPR, tidak akan tercapai secara maksimal jika ada pembiaran pelaku alih fungsi lahan pertanian.
"Pemerintah dalam beberapa kesempatan selalu menyampaikan bahwa luas lahan sawah setiap tahun berkurang. Sehingga kemudian digulirkan program pencetakan sawah baru" kata Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo.
Baca Juga
Menurut Anggota Dewan yang berasal dari daerah pemilihan Jawa Tengah III ini, ada lahan sawah existing dengan prasarana dan irigasi yang sudah terbangun dengan baik, justru tidak mampu dijaga. Dikatakannya, tanggung jawab ini tidak hanya pada pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah.
Advertisement
"Ada unsur pembiaran yang dilakukan Pemda. Padahal lahan pertanian dilindungi Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan," kata Firman.
Pemda, menurutnya jangan bersifat pragmatis. Melihat potensi sumber Pendaatan Asli Daerah (PAD) hanya dari sektor retribusi. Pertanian jangan dianggap tidak profitable atau tidak cukup mampu mendongkrak PAD. Pemda-pemda jangan hanya tertarik untuk membangun perumahan, hotel, restoran dan tempat-tempat hiburan.
"Kalau ini dibiarkan maka cepat atau lambat lahan pertanian akan habis. Dan ini bisa mengancam ketersediaan pangan Indonesia," ungkapnya.
Lebih lanjut, politisi senior Partai Golkar yang tercatat empat kali lolos ke Senayan menjelaskan bahwa dalam sejarahnya, produksi pangan Indonesia ditopang dari NTB, Jateng, Jatim, Jabar, Sulsel.
"Hemat saya, produksi pangan terutama padi dikonsentrasikan di daerah tersebut," jelasnya.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) sendiri kerap mengingatkan agar pihak pemerintah daerah melalui Distan benar-benar menjaga keberlangsungan lahan pertanian agar tidak beralih fungsi. Terjadinya alih fungsi lahan di beberapa daerah membuat kerugian besar pada capaian produksi serta sekitar 10 ribu hektare areal sawah kebanjiran.
Mentan SYL juga telah meminta pihak kepolisian supaya menindak tegas lalu memproses hukum pelaku alih fungsi lahan pertanian yang melanggar ketentuan aturan.
"Saya katakan bahwa lahan merupakan faktor produksi pertanian yang utama untuk mewujudkan ketahanan pangan secara nasional," ujar Mentan SYL.
Secara hukum, pengalihfungsian lahan pertanian sudah diatur dalam kitab Undang-undang 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Tidak main-main, aturan ini mengancam siapa aja yang secara tidak langsung melakukan alih fungsi lahan.
"Asal tau saja, undang-undang ini masuk ranah tindak pidana dengan ancaman kurungan selama lima tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 5 miliar," tegasnya.
Sementara, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Sarwo Edhy menjelaskan, untuk mencegah alih fungsi lahan, semua harus menunjukkan keseriusannya dalam menjalankan peraturan.
"Sekarang ini yang dibutuhkan adalah konsistensi dan komitmen para pemangku kepentingan, terutama Pemerintah Daerah untuk menerapkan dengan baik dan benar (law enforcement) tentang aturan tersebut," kata Sarwo Edhy.
Dia menyebutkan, selama ini sudah ada UU No.41/2009 tentang Pelindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, berserta Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Berkelanjutan.
Selain itu ada PP No. 12/2012 tentang Insentif, PP No. 21/2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Berkelanjutan dan UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang berserta PP-nya.
"Aturan untuk menahan laju konversi lahan pertanian sudah ada, tinggal dijalankan dengan baik dan benar," ujar Sarwo Edhy.
Â
(*)