Sukses

Komisi VI DPR Bantah Tutupi Proses Hukum Kasus Jiwasraya

Ketua Panja Jiwasraya Komisi VI DPR RI Aria Bima bantah pihaknya menutup-nutupi proses penyelesaian Jiwasraya.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Panitia Kerja (panja) Jiwasraya komisi VI DPR RI, Aria Bima bantah pihaknya menutup-nutupi proses penyelesaian Jiwasraya.

Aria meminta agar diberi ketenangan dulu untuk para pemegang polis. Sebab Jiwasraya merupakan perusahaan BUMN. Sehingga dalam penyelesaiannya juga akan banyak pihak yang terlibat, termasuk memutuskan opsi yang akan diambil utuk pilihkan JIwasraya nantinya.

"Ini yang kita akan jaga. Dia (pemegang polis) tahu ini adalah dibelakangnya ada pemerintah BUMN)," jelas Aria Bima.

Aria juga menyebut, negara dalam hal jni harus hadir dan bertanggung jawab mengenai hal-hal yang menyangkut masalah-masalah dan kondisi Jiwasraya sekarang. Lebih jauh, ia menambahkan perihal siapa yang salah, itu ranah hukum.

"Kami tidak mau komisi VI dalam proses penyehatan dianggap menutup-nutupi pihak-pihak yang ikut memanfaatkan kondisi Jiwasraya untuk memperkaya diri, itu prosesnya di Komisi III," jelasnya.

Selanjutnya, Aria selaku ketua Panja meminta pada menteri BUMN, Wamen BUMN II, dan Jiwasraya untuk siap diundang di dalam rapat panja gabungan untuk memutuskan sesegera mungkin opsi itu supaya rencananya pengembalian dana nasabah sudah bisa dilaksanakan diakhir Maret.

Sebeumnya, Panitia Kerja (panja) Jiwasraya komisi VI DPR RI gelar rapat bersama Wakil Menteri (Wamen) BUMN, Kartika Wirjoatmodjo dan jajaran direksi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada Selasa (25/02/2020).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Pemerintah Diminta Utamakan Bayar Klaim Nasabah Produk Tradisional Jiwasraya

Ketua Program Studi Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Telisa Aulia Falianty menyarankan pemerintah dan manajemen PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dapat memprioritaskan pembayaran terhadap nasabah produk asuransi tradisional ketimbang nasabah JS Saving Plan.

Telisa menjelaskan, hal ini dikarenakan imbal hasil produk asuransi tradisional Jiwasraya terhitung lebih rendah, atau seperti layaknya return pada produk asuransi umum lainnya.

Sementara untuk produk JS Saving Plan, besaran imbal hasilnya diketahui di atas suku bunga deposito dan obligasi sehingga resikonya lebih tinggi.

Selain faktor di atas, imbuh Telisa alasan mengapa nasabah produk tradisional harus diprioritaskan juga didasarkan pada jumlah pesertanya yang lebih banyak dibandingkan nasabah Jiwasraya di produk JS Saving Plan. Di mana nasabah Jiwasraya di produk tradisional jumlahnya mencapai 4,7 juta orang. Sedangkan, nasabah Jiwasraya di produk JS Saving Plan hanya 17 ribu orang.

"Nasabah Saving Plan penting juga, cuma baiknya yang 4,7 juta dulu dong yang pastinya yang rentan dulu," ujar Telisa kepada wartawan di Jakarta, Jumat, (21/2/2020).

Sebagai informasi, mayoritas nasabah tradisional Jiwasraya merupakan masyarakat menengah ke bawah seperti pensiunan, dan pegawai. Sementara nasabah JS Saving Plan, berangkat dari kalangan masyarakan menengah ke atas yang diyakini memahami resiko atas investasi.

Telisa berpandangan, dengan adanya potret ini maka efek psikologis dari diprioritaskannya nasabah dari masyarakat bawah lebih besar sehingga memiliki dampak politik yang juga lebih tinggi.

"Kalau dari sektor keuangan juga yang diutamakan yang paling basic. Jadi by the time kalau itu sudah beres, lama-lama diharapkan Jiwasraya restrukturisasinya berjalan sehingga bisa mengembangkan portofolionya, baru bisa bayar JS Saving Plan," sambung Telisa.